Rabu, 07 Desember 2011

ini teman saya :))




Saya merasa sangat beruntung dan bersyukur, karena Allah yang Maha Pengasih memberi saya warna yang begitu indah lewat teman-teman saya. Terimakasih J

Temen-temenku yang ini udah aku anggap jadi keluarga kedua. Beruntung banget temenku kaya gini! Pikirku setiap kumpul.

Tau apa yang bikin aku mikir kaya gitu?

Temen-temenku bukan anak-anak yang g4h03l abiesss emang, bukan orang yang selalu ngomongin gadget terbaru, bukan orang yang hobinya pamer pacar ganteng/cantik, bukan orang yang punya pembela segerombolan orang siap tawur kalo diejek, bukan orang yang disetiap lehernya terkalung medali prestasi, bukan orang-orang yang berdiri di panggung disanjung banyak pengagum

Tapi temen-teman saya tercinta adalah anak-anak yang mau berbagi makanan waktu kelaperan (baca : rebuatn satu makanan bareng-bareng), bukannya mahal-mahalan pesen makanan, orang yang lebih memilih angkringan dan segelas jahe susu hangat daripada pergi ke resto harga selangit tapi kelaperan gara-gara nasinya dikit haha, orang yang punya usul pergi ke panti asuhan dariada dugem malem-malem ( aku bangga banget!), orang yang bikin sayur asem sama mendhoan bareng bukan pake narkoba bareng ( alhamdulillah),orang yang pergi shalat berjamaah dan mengingatkan teman lain yang tidak shalat, orang yang memilih diam saat dikomentari kebersamaannya dan mengajak instropeksi diri, orang yang memilih membuat acara yang berguna untuk almamater tercinta, orang yang lebih suka membahas cita-cita dibandingkan gossip sekolah, orang yang memilih doa bersama waktu tahun baru daripada hura-hura,orang yang lebih suka pudding daripada ciu, orang yang mau mengaggap temannya tetap juara satu saat pulang lomba apapun yang terjadi, orang yang mau menerima orang galau, orang yang mendukung satu sama lain.

Memang bukan orang yang belajar kimia bersama tiap hari tapi orang yang optimis akan mimpinya membangun negri menjadi yang lebih baik. Sebisa mungkin berbuat hal yang lebih baik untuk sekitarnya, dan tertawa bersama saat galau menerpa.

Apakah suatu hari aku akan memegang foto kalian terus bilang sama anakku : “Sayang, cari temen kaya gini yaa”

Siapa tahu? Bisa aja kan? Hehe

Yang jelas sudah seharunya aku say thanks to you all, ya gak? Seberapa njengkelinya kalian kalo lagi jailin aku, aku tahu kok kalian berharga hehe

#gue gombal banget nih haha

FANFICTION- WISH part 3


Here…

My first fan fiction part 3. Hehe. Maaf kalau-kalau ceritanya makin menggeje. Maka dari itu, writer terbuka pada masukan dan kritik kok ^^v Oh ya, karena ternyata tanpa sadar sewaktu bikin FF ini writer menulis kesana kemari dan alhasil ini FF jadi berlembar-lembar, maka ane putuskan ini kayaknya bakal jadi semi-novel. Jeongmal Mianhe kalo panjang dan membosankan, Gomen. Tapi FF part ini masih melibatkan Gina dan Zii yang termasuk dalam tokoh kok ;) jadi karena sepertinya writer sudah kebanyaken ngomong langsung sajaaaa~

Arigatou telah membaca, Enjoy :D



Starring

Sarah Phalosa as Park Nami Yamada Ryosuke as Ryosuke

Ginani Hening as Aiko Hyuga Tegoshi Yuuya as Yuuya

Ziaulika U Zaen as Yuka Sanako Osamu Mukai as Mayama

Choi Jonghun as Jonghun Nishikido Ryo as Nishi

----------------------------------------------------------------------------------------------

WisH

Part 3 – I want to stop. But I can’t. You’ve been my everything ( Nami )

This place, that place.

There was your shadow. I remember. But, you?

Yuka’s POV

Libur musim panas telah tiba. Berbagai kegiatan khas Natsu Matsuri dimulai. Di ruas-ruas jalan tertempel poster Hanabi Taikai dimana-mana. Untuk itulah pagi ini aku pergi kerumah Jonghun. Semoga dia belum pergi kemana-mana liburan ini.

Setelah kupencet bel beberapa kali barulah Nami muncul membukakan pintu.Ia mengenakan dress berwarna peach. Spertinya dia mau pergi ke suatu tempat. Mungkinkah dengan kakaknya?

“Ohayo Yuka-chan. Mau ketemu hyung yaa?”

“Ohayo. Iya, Nami.” Aku masuk mengikutinya menuju dalam. “Apakah Jonghun sedang sibuk?”

“Ya begitulah dia sibuk dengan mimpinya sekarang. Haha.” Nami mempersilahkanku duduk. “Hyung masih tidur. Nanti aku bangunkan. Kau tunggu saja aku akan …”

“Nami, ada telepon untukmu.” Ada suara seseorang dari balik punggung Nami. Seorang gadis seumuran. Tampaknya dia familiar. Siapa ya?

“Oh oke. Dari siapa?”

“Dari Mayama.” Nami berbalik dan berjalan menjauh. “Sebentar Yuka-chan.”

Gadis itu berdiri sejenak, kami saling mengamati. “Ah, kemarin kita bertemu di sekolah ya kan?” gadis itu membuka pembicaraan.

Sekolah? Hm sebentar. “Ah iya. Pantas saja sepertinya aku familiar denganmu.” Aku ingat sekarang. “Kau anak baru itu ya? Siapa namamu? Ai.. ai..”

“Aiko Hyuga.”

“Oh iya Aiko Hyuga.” Aku tersenyum. “Jadi kau saudara barunya Nami ya? Tak menyangka ya?”

“Iya. Aku juga tidak menyangka.”

Ternyata memang dunia sempit. Saudara baru Nami adalah si anak baru di kelasku.

“Aiko-chan, hyung belum bangun ya?” Rupanya Nami sudah kembali dari ruang tengah.

“Belum, Nami. Memangnya kenapa?”

“Yah, dia dicari Yuka nih. Semalaman bermain FIFA 2011, bisa-bisa dia tidur sampai nanti siang. Mengikuti gayaku saja.”

Aiko tertawa mendengar keluhan Nami. “Ada perlu apa memangnya Yuka?” Nami bertanya padaku.

“Ahh, ini Nami-chan.” Aku membuka tas dan mengeluarkan pamphlet hanabi taikai (*festival kembang api ) lalu meratakannya di atas meja agar Nami dan Aiko bisa melihatnya dengan jelas. “Sepertinya menarik, aku ingin mengajak Jonghun.”

“Wah, iya. Aku datang tahun lalu.” Nami mengambil pamfletnya. “Kau pasti suka Aiko. Kembang api festival musim panas daerah sini indah sekali loh. Kami boleh ikut Yuka?”

“Tentu saja boleh.”

“Asyiiik.”

“Aku juga boleh?” Aiko bertanya agak ragu-ragu.

“Tentu.” Aku mengalihkan pandanganku ke pintu. Sepertinya ada orang baru masuk tadi. “Eh, Nami ada tamu.”

“Yo.” Orang itu berjalan santai kearah kami.

Ternyata Mayama. “Tadi aku mengetuk pintu tapi tak ada yang menjawab. Ternyata ada Yuka juga. Jadi aku masuk saja. Gomen.”

“Daijobu.” Nami bangkit dari sofa dan merapikan baju yang dipakainya. “Aku sudah rapi loh. Jadi kan?”

Mayama mengangguk. Lalu pandangannya tertuju pada pamphlet di tangan Nami.

“Ajak Mayama saja sekalian, Nami.” Ujarku saat Mayama membaca pamphlet itu. “Kan jadi lebih ramai. Iya kan Aiko.” Aiko bergumam mengiyakan.

“Oke. Ikut ya Mayama?”

Mayama mengangguk sekali lagi lalu menatap Nami dari atas kebawah. “Ayo berangkat.”

“Kalian mau pergi?” tanyaku.

“Hai. Kami mau hunting foto.” Jawab Nami seraya menunjuk tas hitam yang terkalung di bahu Mayama. “Oh ya kau mencari Jonghun ya?” Nami membalikkan badannya.

“Aku saja yang membangunkannya tidak apa-apa Nami chan.” Aiko beranjak berdiri.

“Ah baiklah. Bilang pada Jonghun di tunggu pacar tercintanya ya.” Nami tersenyum nakal padaku.

Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Nami hobi meledekku.

“Eh?? Pp pa.. pacar?” sepertinya Aiko lebih dari sekedar terkejut mengetahui fakta itu. “Yuka pacar Jonghun? Hontouni?”

“Iyaa, Aiko. Doushite?”

“Ah, bukan apa-apa.” Aiko terdiam sejenak lalu kembali normal dan segera berjalan menuju kamar Jonghun. “Akan aku bangunkan.”

“Kalau begitu aku berangkat dulu ya, Yuka.” Nami menggandeng tangan Mayama. “Ayo.”

Dari belakang kuamati mereka berdua berjalan menuju pintu. Mayama terlihat sedikit gugup dan beberapa kali mencuri pandang melihat Nami yang menggandengnya seraya sibuk memencet tombol-tombol di hapenya. Jangan-jangan mereka? Ah tidak. Nami masih sakit hati gara-gara orang itu. Tapi? Oh, mungkinkah Mayama?

Jonghun’s POV

“…Jonghun…”

Cahaya dari jendela kamarku masuk menerobos menyilaukan. Menggangguku yang sedang tidur.

“…Jonghun. Kau ditunggu oleh pacarmu.”

Aku berguling ke kanan menghindari cahaya yang menyilaukan.

“ … Jonghun, Yuka menunggumu di bawah.”

Aku membuka mataku perlahan. Ternyata memang sudah terang. Kulirik jam di samping kasurku. Pukul 10.30 am. Rupanya sudah agak siang, pantas saja ada yang membangunkanku. Sesosok orang duduk dan menarik-narik lenganku. “Nami?”

“Bukan, ini Aiko. Nami sudah pergi tadi. Yuka datang dan sekarang menunggumu di bawah, Jonghun.” Aiko bangkit dari tempat tidurku dan mengambil selimut yang terjatuh ke lantai.

“Aiko rupanya. Ohayo~.” Kuputuskan untuk bangun saja. Yuka sudah repot-repot kesini dan tidak mungkin aku tinggal tidur. Kuambil kacamataku yang tergeletak di meja.

“Kalau Jonghun ingin sarapan, Oneechan dan aku telah menyiapkannnya tadi pagi, masih ada di meja. Tapi Onee chan sudah pergi lagi. Dia ada seminar jadi harus berangkat pagi untuk persiapan.”

“Oke. Arigatou.” Aku bangkit dan membantu Aiko merapihkan tempat tidurku. “Tadi katamu Nami sudah pergi? Memangnya dia pergi kemana?”

“Wakarimasen, Jonghun-san. Dia baru saja berangkat setelah Yuka datang.” Aiko selesai membereskan tempat tidur. Ia memang adik yang baik.

“ Dia tidak bilang padamu saat pamit?”

“(tidak). Begitu Mayama datang ia langsung pergi.”

“Mayama? Kau bilang Mayama datang? Berarti Nami pergi bersama Mayama?” aku sedikit kaget mendengar fakta itu.

“Ne, mereka bilang mau hunting foto. Tapi aku tidak tahu kemana.” Aiko menjawab sambil lalu. Aku baru menyadarinya, Aiko terlihat sedikit shock dari tadi.

“Baiklah. Ternyata Mayama sudah berani melangkah sendiri.” Aku menggelengkan kepala dan mengamati Aiko lagi. Dia masih terlihat shock. “Kenapa Aiko, ada yang salah?”

“Ah tidak. Daijobu.” Aiko tersenyum dan menggelengkan kepala. Dia turun kebawah dan berjalan menuju kamarnya. Aku mengikuti dia sampai ruang tenagh, terlihat Yuka sedang duduk disana.

“Ohayooo~” sapaku pada Yuka

“Ohayo. Kau baru bangun?” Yuka menggeser duduknya agar aku duduk disebelahnya

“Ne. Semalaman bermain jadi butuh tidur ekstra.” Aku mengacak rambutku. “Kau sudah dari tadi?”

“Tidak kok. Aku baru saja datang waktu Nami pergi dengan Mayama.”

“Oh baguslah kalau begitu.” Aku terdiam sejenak memikirkan fakta bahwa Nami pergi dengan Mayama. Tanpa disadari Yuka memperhatikanku. “Doushite?” tanyaku.

“Hmmm, apakah kau berpikiran sama denganku?” Yuka tersenyum. “Apakah kau pikir mereka, maksudku Nami dan Mayama..”

“Tidak.” Jawabku cepat. Aku mengerti apa yang dimaksud oleh Yuka. “Kurasa bukan Begitu Yuka-chan. Mereka tidak ada hubungan apa-apa.”

“Kenapa kau terdengar tidak setuju?” Yuka tertawa.

“Apa?Aku?” Yuka benar juga. Kenapa aku jadi seperti tidak setuju. “Aku setuju kok sebenarnya. Demo..” aku jua tidak mengerti, kenapa tadi aku berpikiran tidak setuju jika mereka memang punya hubungan seperti itu.

“Kau tadi terdengar ingin melarang adikmu berpacaran dengan sahabatmu loh, Jonghun.” Yuka masih tetap memperhatikanku.

“Tidak tidak, bukan begitu. Ah sudah lupakan saja. Kalau Mayama sih memang dari awal suka pada Nami, tapi Nami sepertinya masih perlu waktu.” Aku berpikir lagi, benarkah jawabanku? “Lupakan sajalah Yuka-chan. Jadiii, kau kesini ada apa?”


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aiko’s POV

Jadi Yuka itu pacar Jonghun. Kenapa aku sebodoh ini ya. Lelaki macam Jonghun pasti sudah punya pacar. Lagipula dia kan bukan tipeku. Lalu kenapa aku jadi labil begini? Aku kan juga bukan tipe orang yang mudah dibuat labil karena masalah sepele seperti ini.

Sejak awal seharusnya aku tidak berharap apa-apa saat datang ke Jepang. Seharusnya aku tidak berputar-putar pada kenangan sepeleku dengan Jonghun. Ah, kenapa aku malah jadi begini. Bukankah biasanya hal seperti ini tidak menggangguku?

Tiba-tiba aku jadi teringat Ryosuke. Dia yang selalu sinis jika aku mulai memikirkan Jonghun. Entah kenapa sekarang aku jadi merasa bodoh jika ingat kata-kata Ryosuke. Ryosuke selalu mengatakan bahwa Jonghun adalah lelaki berbahaya. Entah apa maksudnya.

Haaah, musim panas yang terasa sangat berbeda. Musim panas tahun lalu kuhabiskan bersama Ryosuke, Jong Ki Oppa dan Ji Hyo Onnie membuat barbeque. Omma memang sudah mulai sakit-sakitan, tetapi ia masih bisa membantu kami.

Ah, aku rindu dengan mereka. Kuambil ponselku, kurasa sebaiknya aku menelepon Ryosuke.Entah mengapa belakangan ini sulit untuk menghubunginya. Dan ternyata terulang lagi, setelah beberapa kali dicoba, nomor telepon Ryosuke tidak bisa dihubungi. Kenapa yaa? Tidak biasanya ia mematikan ponselnya. Mungkin lebih baik kutelepon Jong Ki Oppa saja.

“Yeoboseyo?” suara Jong Ki Oppa langsung terdengar.

“Oppa, ini aku.” Entah kenapa rasanya senang sekali mendengar suara Jong Ki Oppa yang familiar setelah beberapa hari di tempat yang asing. “Apa kabar Oppa?”

“ah, Aiko. (baik-baik saja. Kau?). Bagaimana dengan Jepang? Menyenangkan?”

“Baik juga oppa. Begitulah…” Aku mendengar ribut-ribut dari arah sana. “Jepang masih terasa asing untukku ternyata. Itu siapa oppa? Ji Hyo onnie kah?”

“Ne, Jia sedang ribut dengan Wooyoung, mereka berebut perhatian Yoogeun. Haha. Oh ya maaf aku tidak meneleponmu kemarin-kemarin. Mianhe.”

“Gwaenchana oppa. Ah, salam untuk mereka yaa. Aku kangen sekali dengan kalian semua.” Entah kenapa suaraku tiba-tiba tercekat.

“Oke. Kau baik-baik di Jepang ya.”

“Ne oppa.” Tiba-tiba aku teringat tujuanku menelepon. “Oh iya, bagaimana kabar Ryosuke?”

“Ahh, Ryosuke?Jinja~. Aku tidak mendengar kabarnya belakangan. Mollayo~ . Aku tidak bertemu dengan Ryosuke sejak minggu lalu. Rumahnya sepi Aiko. Keluarganya memang beberapa waktu yang lalu berniat liburan ke pulau Jaeju tapi Ryosuke sendiri bilang ia idak ingin ikut. Tetapi Jia dan Wooyoung juga belum bertemu dengannya.” Suara Jong Ki oppa terdengar khawatir. “Mungkin sebaiknya kau hubungi dia lewat telepon Aiko.”

“Sudah oppa. Tetapi ponselnya tidak aktif. Mungkinkah dia memang jadi ikut ke Jaeju?”

“Annyeo. Aku bertemu dengannya di taman setelah keberangkatan mereka sekeluarga. Tetapi setelah itu aku tidak melihatnya sama sekali sampai sekarang.”

“Ahh, kemana yaa Ryosuke? Aku jadi khawatir. Mungkin nanti aku akan mencoba menghubunginya lagi. Tolong beritahu aku kalau ada sesuatu ya oppa.”

“Okee. Baik-baiklah disana aiko!”

“Iya. Sudah dulu yaa oppa. Gomawo!”

Telepon terputus. Tetapi bukannya tenang aku malah tambah gelisah. Ryosuke menghilang. Pergi kemana ya dia? Rosuke memang punya hobi travelling tetapi biasanya ia pergi bersama Jong Ki oppa. Atau mungkin dia hanya ingin waktu untuk sendiri, seperti aku sekarang.

Kulempar ponselku dan pergi keluar kamar. Terlihat Jonghun dan Yuka sedang memperhatikan sesuatu di meja. Melihat mereka berdua seperti itu rasanya membuatku menyesal keluar kamar. Ah, kenapa aku jadi begini?

Mayama’s POV

“Bagaimana kalau kita ke sana saja?” Nami menunjuk sebuah kedai okonomiyaki di seberang taman.

“Baiklah. Aku menurut padamu saja deh.”

Untuk kesekian kalinya Nami menggandeng lenganku. Hal yang membuatku menjadi tak bisa berkonsentrasi pada yang aku lakukan.

Kami menyeberang dan sampai di dalam kedai yang sejuk. Di luar sangat panas, begitu sampai Nami langsung meminta air putih dan meminumnya sampai habis. Ia lalu memesan dua porsi dan kembali ke meja tempat aku duduk.

“Kau mau aku duduk disebelahmu atau di depanmu?” Nami bertanya.

“Eh? Terserah kau sajalah.” Jawabanku lebih terdengar ketus daripada masa bodoh karena gugup.

“Baiklah.” Nami menaruh tasnya dan duduk di depanku. Dia mengambil tusuk rambut dari dalam tasnya dan menggelung rambutnya.

“Aduh panas sekali sih.” Dia mengipas-kipaskan tangannya. “Nande?” Rupanya Nami sadar aku memperhatikannya dari tadi.

“Ah, tidak.” Aku meyadari tindakan bodohku. “Iya memang panas.”

“Nandeyo~? Dari kita berangkat kau diam sekali. Kau bersikap aneh.” Nami balik memperhatikanku. Membuatku salah tingkah. “Atau jangan-jangan..”

“Jangan-jangan apa Nami-chan?” aku membetulkan letak kacamataku untuk menutupi rasa gugup yang tiba-tiba menghantam.

“Jangan-jangan kau tidak suka pergi denganku ya?”

“Nani? Cigau Nami-chan.Aku senang kok.” Untunglah Nami tidak menyadari apa-apa, aku tersenyum lega. “Aku hanya sedang bertanya-tanya saja, kau ternyata bisa fotografi juga. Yuuya-kah yang mengajarimu?” kualihkan pembicaraan.

“Eh? Kau kenal Yuuya rupanya?” Nami merapikan rambutnya. “Aku hanya asal memotret kok. Skill ku masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Yuuya apalagi dengan Mayama-kun. Eh ya, kau kenal Yuuya darimana?”

Seorang Ojisan mengantarkan pesanan kami. Aku mulai menge-set meja. Tanpa sadar aku tidak mendengarkan Nami bicara.

“Mayama-kun~, kau kenal darimana?” Nami mengulangi pertanyaanya.

“Ah iya. Aku mengenalnya saat ada pameran di universitas Tokyo. Kami bertemu saat makan siang. Kebetulan kemarin-kemarin saat aku ke sekolahmu menemani Jonghun, aku bertemu dengan dia. Kau dekat dengannya ya Nami? Dia pandai memotret juga-kah?”

“Hounto? Pantas saja, kalian satu dunia sih.Tetapi mungkin dia lebih suka dunia musik sepertinya. Berbeda dengan Kakaknya, Nanba-senpai memang berkecimpung dengan dunia fotografi.” Nami mulai membolak-balikan okonomiyakinya. “Kami sudah lama dekat memang. Yuuya orang baik, dia teman pertamaku saat baru pindah. Yuuya selalu menemaniku belajar bahasa Jepang dan sangat sabar menghadapi ocehanku. Haha”

Rupanya dia memang dekat dengan Yuuya. Mereka bersahabat sepertinya. Atau mungkin ada hubungan lain? Kemarin saja mereka pergi berdua. Ah semoga tidak. Tetapi Nami bilang memang Yuuya orang yang baik.

“Daijobu Mayama-kun?” Nami menyentuh tanganku yang sedari tadi mengaduk-aduk minuman. “Kau melamun barusan?”

“Eh tidak.” Aku meminum lemon tea ku. “Kau dekat sekali ya dengan Yuuya?”

“Aku?Doushite?” Nami mengambil irisan kecil okonomiyaki yang sudah mulai matang.

“Tidak apa-apa. Hanya ingin tanya saja.” Ujarku cepat-cepat.

“Bisa dibilang begitu. Tetapi kami tidak ada apa-apa kok. Yuuya menyukai orang lain.” Nami lantas tersenyum. “Orang baik Yuuya itu. Dia sering menjemputku untuk berangkat sekolah bersama dengannya.”

“Oh begitu rupannya.” Aku lega.

“Kau mau ini Mayama-kun?” Nami menyodorkan potongan kecil okonomiyaki di sumpitnya kepadaku. “Masih panas tapi.”

Dengan ragu-ragu aku mendekatkan mulutku dan menggigit okonomiyaki itu.

“Bagaimana?” Nami menatapku lekat-lekat.

“Daebak.” Aku menjawabnya dengan sambil tersenyum.

“Ah, Mayama-kun. Jangan mulai mengingatkanku dengan bahasa korea.” Nami terlihat jengkel. “Aku susah payah tidak menggunakannya terlalu sering di sini.”

Aku tertawa. Nami memang agak kesulitan dengan bahasa Jepang. Dia masih sering mengoceh dengan bahasa korea. Terkadang dia mengucapkan kosa-kata dengan bahasa korea. Jonghun selalu mengkritiknya karena lambat beradaptasi.

“Hountoni Mayama-kun!” Pelan, Nami memukul lenganku. “Atau aku akan mulai mengobrol dengan bahasa Inggris?”

“Nani kore?” aku berhenti tertawa. Nami tahu aku payah dalam bahasa Inggris. Beda dengan dia yang sering hidup berpindah-pindah saat kecil. Hidup di Negara dengan ibu bahasa, bahasa inggris bukan hal asing untuk Nami. Hal itulah yang membuatnya fasih berbahasa Inggris.

“Kalau begitu jangan mempengaruhi aku.”

“Wakatta. Aku berhenti deh.” Nami tersenyum puas. “Tapi kau sendiri masih memanggil Jonghun dengan sebutan Hyung.”

“Biarkan saja. Aku sulit memanggilnya dengan sebutan Onii-chan.”

“Kenapa bukan oppa? Panggilan hyung kan bukan dari adik perempuan seperti kau?”

“Soalnyaaaa, aku lebih suka pelafalan Hyung. Haha.”

“Nani?? Kau aneh sekali.”

Disebut aneh Nami hanya tertawa lalu melemparkansenyum terimakasih kepadaku.

“Arigatou~.”

Rasanya hari ini aku tidak bisa pulang ke rumah dengan tenang. Beruntung sekali Jonghun punya adik seperti Nami. Dia bahkan terlihat lebih istimewa saat tersenyum seperti itu.

Jonghun’s POV

Hari sudah nyaris malam. Tapi langit musim panas memang cerah. Awan kemerahan masih menggantung membuat pendar-pendar indah diatas kolam ikan kecil di belakang rumah. Dari sudut dapur aku bisa melihat dengan jelas sinar-sinar terakhir matahari berpantulan diatas bola-bola kaca milik Nami yang berserakan di halaman belakang.

Dari kejauhan terdengar suara gitar. Sepertinya masih denting tak beraturan. Aku berjalan keluar menuju halaman belakang. Aiko rupanya. Ia sedang duduk di atas rumput dan berusaha men-stem gitar yang ada di pangkuannya. Aku mengenali gitar itu. Itu gitarku yang lama tidak aku mainkan. Sepertinya Aiko sedang berusaha memainkannya.

“Kau sedang apa Aiko-chan?” aku berjalan mendekatinya.

“Tadi aku menemukan ini di pojok ruang baca. Mungkin milikmu?” Aiko menggeser duduknya dan memberi tempat padaku.“Aku sudah lama tidak bermain gitar. Sepertinya aku sudah tidak bisa.” Aiko tersenyum salah tingkah.

“Wah, ini gitar lamaku.” Aku mengambilnya dari tangan Aiko. “Biar kusetel. Agar kau lebih mudah mempelajarinya lagi. Kurasa bukan hal yang sulit untuk musisi sekaliber dirimu. Kau kan sudah lama di dunia music.”

“Annyeo~. Aku tidak seprofesional itu Jonghun-kun.”

“Haha yang benar saja. Kau bermain baik sekali waktu itu. Permainan piano-mu saat konser itu.” Aku menyerahkan kembali gitar yang sudah di setel. “Apa namanya ya?Aku lupa.Oh, aku ingat sekarang, The Maidens Prayers.”

“Ahh, kau masih ingat Jonghun-kun?” Aiko terlihat senang. “Aku kira konser itu sudah lama sekali.”

“Tentu. Kau memakai dress velvet hitam dari Omma-ku kan?”

Aiko tersenyum lagi. Kali ini dia mencoba gitar yang sudah aku setel. Beberapa kali mencoba bagian-bagian lagu yang ia ketahui tapi sempat salah. Dia mengulanginya lagi dan terus memperbaiki kesalahannya.

“Kau berbakat sekali Aiko-chan.” Aku memujinya. “Berbeda sekali dengan Nami. Dia pernah merengek memintaku mengajarinya gitar, tapi baru kuajari hal-hal dasar sudah menyerah dan menyuruhku memainkanya saja untuknnya.”

Aiko terlihat sedikit malu dipuji seperti itu. “Hounto?”

“Hountoniiiii. Dia payah sekali.” Aku menggelengkan kepala teringat tingkah Nami saat itu.

Permainan Aiko mulai benar. Dia dengan cepat memepelajari kembali lagu yang sepertinya dia kuasai di masa lalu sebelum ia terjun ke dunia piano.

“Falling Slowly ya?”

“Ne. Dari Glenn Hasard, OST - once.”

Aiko memainkan beberapa bagian lagu yang kurang tepat. “Ah, bukan begitu Aiko-chan.” Aku mengambil gitar itu dari Aiko. “Aku akan memainkannya dahulu. Aku juga suka lagi ini, aku masih hafal kok.”

“Baiklah. Aku jadi ingin melihatmu memainkannya.”

Nami’s POV

“…I don’t know You but I want you. All the more for that…”

Rumah ini sepi sekali. Kemanakah Jonghun ya? Dia bilang sudah pulang dari jalan-jalan bersama Yuka. Onee-chan juga. Dia tadi pagi bilang mungkin bisa makan malam di rumah. Begitu pula Aiko, tidak terlihat tanda-tandanya di dalam rumah.

Di ruang tengah hanya terlihat berbagai catalog yukata (*pakaian musim panas) yang sedang tren. Lantai atas tak ada siapapun. Kamar-kamar tertutup. Mobil One-chan tidak ada di dalam garasi. Sepi sekali.

Kulempar tasku ke atas sofa. Dari dalamnya kuambil ponsel dan dompet. Kupencet nomor onee-chan. Setelah menunggu beberapa saat onnie tak juga mengangkat panggilanku. Mungkin sedang ada pasien kritis? Menyebalkan sekali sepi seperti ini. Membuatku mengingat hal-hal yang tak ingin aku ingat.

“…Raise your hopeful voice you had a choice…”

Terkadang aku memang membutuhkan waktu menyepi untuk diriku sendiri. Tapi tidak seperti ini, rumah one-chan yang cukup luas terasa begitu lengang. Sepinya menusuk. Seperti ada lubang di dalam pikiranku yang menyedot atmosfer dan menarikku ke putaran-putaran kejadian yang susah payah aku lupakan.

“…You’ve made it now…”

Aku buru-buru bangkit dari sofa dan mulai berjalan memutari meja makan di dekat dapur. Paling tidak dengan bergerak membuatku sedikit lebih baik.

“…Falling slowly…”

Dari kejauhan terdengar dentingan gitar. Aku mengikuti sumber asal suara itu.

“…I can’t step back…”

Bunyi gelang di kakiku mengikuti saat aku berjalan pelan menuju dapur. Dari jendelanya terlihat dua sosok orang yang sedang duduk di atas rumput dekat pohon. Jonghun dan Aiko rupanya. Mereka di rumah.

Akhirnya, aku terlepas dari sensasi sendirian di rumah.

Aku tersenyum senang. Melangkah ringanaku berjalan ke arah pintu keluar menuju halaman belakang.

Samar, tetapi aku bisa mendengarnya cukup jelas dari sini. Jonghun sedang memainkan gitarnya. Lagu yang kukenal. Lagu yang dimainkan orang itu saat festival musim gugur tiga tahun yang lalu. Aku berhenti berjalan menyusuri jalan setapak menuju tempat mereka berdua. Rasanya lagu ini membuatku ingin melempar jonghun dengan dompetku.

Aku bersandar pada salah satu dari dua pohon yang terikat ayunan tidur di tengahnya. Pohon itu terletak di samping jalan setapak kecil yang sedang aku susuri. Mereka berdua tidak melihatku. Jonghun sedang berkonsentrasi memainkan gitarnya dan Aiko dengan seksama memperhatikannya seraya beberapa kali ikut menyanyikan lyric lagu itu bersama jonghun.

Aku lebih baik disini dulu. Lagu itu membuat aku sedikit sakit kepala.

Tunggu sampai lagunya berhenti.

“…I don’t know You but I want you. All the more for that…”
“…Falling slowly…”

Selesai. Tapi entah kenapa suara hati mengatakan untuk memperhatikan mereka dari tempat ini saja. Maka aku bersandar lagi ke pohon.

Aiko bertepuk tangan pelan. “Suaramu bagus juga Jonghun-kun.”

“Arigatou.” Jonghun meletakkan gitarnya. “Mulai sekarang bagaimana kalau kau memanggilku oppa saja Aiko chan?”

“Eh?Nande?”

“Aku ingin di panggil seperti itu.” Jonghun tersenyum. “Ah, tapi kalau kau tidak keberatan saja AIko-chan.”

“Wakatta.” Aiko balas tersenyum

“Oke. Tapi cukup kalau di rumah saja tak apa.”

“Ne oppa.”

“Haha, terdengar bagus.” Jonghun terlihat senang. “Lagi pula kau masih susah beradaptasi dengan bahasa Jepang kan? Gunakan bahasa korea sekali-kali tidak masalah.”

“Arasso.” Kini giliran Aiko tertawa. “Tapi aku harus membiasakan diri oppa. Jika tidak bahasa Jepangku tidak akan membaik.”

“Wah, kau memang berbeda sekali dengan Nami. Dulu saat dia pindah disini dia masih selalu menggunakan bahasa korea-nya. Sampai sekarangpun masih. Payah sekali, dia lama belajar dan tidak lancar juga.”

Aiko hanya menggelengkan kepalanya

“Dia itu selalu mengenang masa lalunya, dia sulit menerima keadaan dan dia….”

Apa-apaan ini? Dia melanggar janjinya.

-WISH part 3 end-

Senin, 05 Desember 2011

Trip to Kota ( Galau ) Semarang




Judulnya gak banget deh. Haha

Tapi penulis ingin mengungkapkan perasaanya yang memang galau kalau inget Semarang.

Semarang adalah ibu kota provinsi Jawa Tengah. Semarang merupakan salah satu kota besar di Jawa. Semarang kota yang panas.

Aku jarang banget pergi ke Semarang. Maklum jarang ada sodara disana. Lagian kota nya puanase pol,sumpek aku. Gak tahan kalo suruh liburan disana.

Tapiiii, kenapa jadi galau nih kota. Sebenernya sih bukan Semarangnya yang galau, tapi aku nya yang galau.haha

Gini deh, ada kan suatu kenangan yang melekat banget di suatu tempat yang pernah kamu kunjungi?

Yeah,itu dia.

Suatu hari saat aku kelas duabelas, dimana kelas yang di ujung kelulusan dan meninggalkan segala ingar bingar SMA, Bu Isbandiyah tercinta ( Waka Kesiswaan) menawarkan pada OSIS sebuah kunjungan menggiurkan ke GIPS ( Gelar Inovasi dan Prestasi Siswa) se-Jawa Tengah di Semarang. Waktu itu yang aku pikirin adalah : Wah, asik banget nih. Dulu aku penginnya setengah hidup study banding, tapi gak kesampean. Ini kunjungan ke GIPS boleh juga. Pasti nanti pulangnya jalan-jalan deh. Seru banget. Lagian aku pikir kemarin pas OPJ ( orientasi pra jabatan atau reor OSIS.Red) itu even terakir aku buat seneng-seneng bareng teman-teman abuabuersku tercinta. Hehe. Eh ini malah ada lagi, berarti ini yang terakhir kan? Kesempatan gak boleh dilewatkan nih, kan gak dateng bolak balik kaya tukang ojek.

Nah buat merealisasikannya emang gampang, tinggal dating sabtu pagi jam 6 di SMANSA. Tapi buat memuluskannya susah banget. Hari keberangkatannya adalah hari Sabtu, dan hari apakah hari sabtu itu? Ya benar : Hari remidi KIMIA bersama! Great. Aku masih punya utang remidi satu til tapi ngalang-ngalangi.

Akhirnya dengan bersendu-sendu ria memohon sama pak guru tersayang, kita diperbolehkan remidi hari jumatnya :D dengan open book. Yah walaupun gak gitu guna juga sih, lah wong ndadak belum belajar sama sekali dan blank. Tapi yasudahlah udah terlewati kok. Yang penting aku gak remidi ulang.

Sabtunya : kita berangkat! Gogogogo~

Seneng deh, walapun Cuma sehari. Tapi kan bareng temen temen J

Mulai dari perjalanannya yang koplak abis oyon,mega dan azmi nari-nari gila, nyanyi-nyanyi karoke bareng satu bis, dijahatin sama ides sama bintang sama gany /( -_- )”, liatliat pameran di GIPS (standnya SMANSA naas banget hiks ) daaaaan jalan-jalannya ituloh yang asiiiik.


Sebenernya sih gak istimewa tapi kan bareng-bareng :)

Pertama : ke Lawang Sewu. Yey!
disana kita jepret sana jepret sini pokoknya deh. Sukaaaaaaa~
nelusurin ruang-ruang di lawang sewu yang bersejarah ( tempat ini jadi bersejarah juga buat aku haha ), dengan pintunya yang buanyak banget di sepanjang lorong. Terus nelusurin lorong bawah tanahnya yang katanya “horror”, terus nyobain suasana Uji Nyali (acara TV di stasiun TV swasta.Red ) di lorong itu,terus foto lagi foto lagi pokoknya. Aku seneng deh J

Kedua : ke Masjid Agung Jawa Tengah. Yeyeye!
masjidnya jempooool banget. Begitu nyampe jadi berasa di Turki (lebe banget) kayak lagi syuting Kupinang Kau dengan Bismillah ( alay banget -_- ) haha. Seneng banget, bagus sih masjidnya. Apalagi terasnya,hihi. Sebenernya pengin liat pas katu yang kaya payung di teras di buka, sayang katanya Cuma dibuka kalau shata Jumat. Tapi yasudah,lupakan. Habis sholat maghrib dan bersih-bersih diri di sana, kita ngabur dari para guru buat naik ke Tower al Husna yang punya lantai 99 sesuai dengan asma Allah SWT. Aku ikut rombongane Adies,Rizka,Gany,Ilham,Adi,Amep sama Putri apa ya? Sampe di lantai 99 buju busyet, Subhanallah! Indah banget pemandangannya. Dari ketinggian segitu, kita bisa liat kota Semarang malam hari. Lampu-lampunya nyala keliatan indah banget nget nget. Ribuan cahaya dibawah sana keliatan lebih rame daripada bintang yang dilangit (lebe gila). Tapi baguuuus banget beneran deh, apalagi aku emang lagi galau. Haha. Orang baru nyampe aja aku udah punya pikiran aku pengin balik lagi kesana sama mereka suatu saat nanti. Lampunya banyaaaaak dan warna warni. Masjidnya keliatan dari sana. Aku liat kebawah dan anginnya yang seeeepoi nambah galau aja. Terus setelah terpesona beberapa menit aku baru sadar : FOTO! Aku belum foto! Aku kalang kabut nyari cameramen kita si Amep sama Tio. Dan ternyata kamera nya amep battery low!oh my god. Aku terus nyari para pengguna bebe yang lagi foto foto minta difotoin. Tapi azmi dan oyon melarang,alesannya waktunya udah mepet (maklum itu udah malem dan kita semua ngabur dari para guru ). Tapi aku gak mau tahu, aku mohon-mohon sama mereka buat foto sama aku bareng bareng. Akhirnya kita foto deh,haha. Tapi ya emang disitu fotoku dikit banget. Cuma ada sekitar tiga, itu aja yang satu yang fotonya paling gawe galau malah ngeblurrrr,hiks banget.

Habis itu semua akhirnya kita pulaaaang hehe
Alhamdulillah yah ^^

Jadi apa yang bikin aku galau? Pertama jelas di Semarang itulah aku terkahir kali seneng-seneng bareng teman teman di luar kota, atau istilah kerennya my last trip hehe. Terus ada something yang emang bikin aku galau sama trip itu. Haha. Pokoknya kalo aku denger lagu Doremi nya Budi Doremi terus nginget Semarang, aku jadi galau. Inget banget pas rombongan lewat Sindoro Sumbing yang sejuuuuk, lewat Wonosobo dengan tembok batu-batunya sama keranjang keranjang daun tembakau nya. Inget banget deh, dan yang jelas kota galaunya, Semarang hehe

Terus ada seseorang yang tinggal di Semarang yang dari dulu pengin aku temuin ( gak ada hubungannya sama tripnya), terus topic pergi ke Semarang udah bikin aku ngobrol banyak sama banyak orang (?). Jadi kalau aku suatu saat kembali ke Semarang aku terus pergi ke Lawang Sewu atau Tower al Husna sudah bisa dipastikan aku galau mengingat kenangan-kenangan bareng mereka yang aku sayang (lebe) haha. Aku suka Semarang :)
sekalipun bikin galau haha.

Kalau Iya Memang Sahabat

persahabatan itu, ya murni.
tidak ada istilah cemburu pada sahabat. tidak ada aturan melarang seorang sahabat punya teman lain, yang baik adalah ikut berteman.
sahabat ya murni,karena memang saling membutuhkan untuk memberi dukungan.
sahabat yang baik tidak akan pernah ingin dirinya diutamakan,apalagi dinomor satukan. sahabat yang baik berjalan disamping kita tanpa berisik meminta perhatian apalagi imbalan. sahabat yang baik berdoa dan tidak pernah mempermasalahkan tentang hubungan persahabatan itu sendiri dengan berbagai masalah.
sahabat itu seperti protein,dibutuhkan untuk membangun sel-sel baru. apa gunanya sahabat jika hanya merusak?
sahabat itu tidak pernah meminta sesuatu dari persahabatan itu sendiri.
sahabat tidak akan meminta waktu tetapi menyediakan waktu.
sahabat bukan malaikat, jg bukan dewa. sahabat merupakan tempat berbagi yg akan disimpan dengan aman tanpa suatu hari berteriak mereka punya bagian dari kita pada orang lain.
kalau iya memang sahabat pasti seperti itu,baik ini - itu.aku sayang.

Melupakan, itu sesuatu banget!

Lupa, padahal kita sering lupa. Kita sering lupa ngembaliin buku punya temen, sering lupa kalo dompet kosong, sering lupa kalo besok ada tugas, sering lupa kalo punya utang,sering lupa kalo kita lagi puasa dan sering lupa lainnya.

LUPA. Begitu mudah biasanya kita lupa. Akrab banget ditelinga kita kata lupa itu.

Misalnya hari ini gak bawa buku laporan praktikum,alesannya lupa. Sederhana banget.

Tapi ternyata aku baru sadar, lupa dan melupakan itu beda baget. Saking banget bedanya aku heran (?)

Melupakan gak sesederhana lupa.

Melupakan adalah menghapus dengan sengaja sebuah kenangan. Tapi masalahnya adalah semakin kita berusaha melupakan semakin susah kita lupa.

Melupakan bukan hal yang harus dipikirkan, rasa melupakan itu sendiri harus muncul di hati kita secara alami.

Dan itu SUSAH BANGET!

Berkali-kali aku mengulang kata-kata lupain.lupain.lupain.lupain.lupain.lupain. lupain muka itu.

Tapi begitu aku ngulang satu kata “lupain” pasti wajah yang mau aku “lupain” malah nongol lebih deket, “lupain” lagi ndeket lagi, “lupain” lagi ndeket lagi , “lupain” lagi ndeket lagi. Sampe sedeket jerawatku sendiri haha

Sebel banget bener. Aku pengin lupa. Pengin lupa muka itu!pengeeeen banget. Tapi susahnya kaya manjat pohon kelapa gak pake apa-apa.

Aku pengin lupa muka jelek itu pernah ada di hari-hariku. Pengin lupa kemeja kotak yang sering dipakainya, ,pengin lupa poninya yang alay, pengin lupa jaketnya yang aku sebelin, pengin lupa mukanya yang kayak anak kecil, pengin lupa matanya yang lentik, pengin lupa gigi gingsulnya,pengin lupa cara berdirinya, pengin lupa caranya nyalain lilin, pengin lupa sikapnya yang sok banget, pengin lupa ketawanya yang “jarang banget”. Beneran deh pengin banget lupa.

Tapiiiii busyet susah banget!

Padahal apa yang pengin aku lupain sedikit. Kenapa sedikit?lah wong aku bukan siapa-siapanya. Beneran bukan siapa-siapa,dia juga bukan siapa-siapa. Cuma anak kecil yang dulu duduk dibawah tangga kayak orang ilang tapi terus kok ya mukanya muncul terus-terusan??

Sedikit banget beneran, yang mau aku hapus dikite pool. Apalagi aku emang gak pernah bener-bener mikirin itu muka jelek. Gak pernah, tapi kenapa gak bisa lupa?

Pernah aku mikir : mungkin akunya aja yang gak ikhlas lupain. Terus aku coba liat hape, eeeh ada fotoku yang dibelakangnya ada muka jelek itu nongol yang udah hampir satu setengah tahun ada di hape. Foto yang gak pernah aku liat kalo lagi bengong soalnya foto candid, foto jelek. Mungkin ini nih penyebabnya, kalo aku ikhlas pasti udah aku hapus. Akhirnya aku pilih more options>delete>yes. Udah. Udah aku hapus tuh foto.

Sip deh. Tapiiiii begitu ada temenku yang nyebut namanya, aku inget lagi!

Grawr, susah banget emang. Terus ada kemungkinan kedua yang aku pikirin : udah jangan jengkel. Coba deh sibukin diri terus jangan berpikiran kamu mau lupain sesuatu. Let it flow coba. Jang dipikir pebgin lupa.

Yey!berhasil ternyata.
Tapiiiiii sementara hiks. Waktu orangnya ada dideketku ( jarang banget padahal loh ) jadi tambah parah!kata-kata yang dia omongin jadi malah keinget. Suaranya terngiang ngiang.Gak bisaaaaa!

Terus aku mikir lagi : mungkin aku harus mikirin orang lain kali ye. Biasanya sih buat kasus yang lebih sederhana berhasil. Terus aku cari deh tuh orang yang layak buat dipikirin, misalnya temenku yang lagi ada masalah, atau temenku yang sukses banget atau siapapun deh. Aku sibukin buat mikir ini itu. Mikirin model ganteng haha,mikirin orang ganteng haha, mikirin temenku,mikirin masalah kelas,mikirin masalah OSIS,mikirin uangku,mikirin nilai-nilaiku,deket deket orang lain,balik dikit ke dunia fangirling dan sebagainya.

Yey!berhasil. aku gak mikirin muka jelek itu lagi. Tapiiiii ternyata enggak mikirin bukan berarti lupa! Waktu denger sebuah lagu yang pernah diputer pas ada muka jelek itu dulu di sebelahku malah inget lagi!ih, sebel banget beneran.

Kadang-kadang aku frustasi beneran. Akhirnya aku Cuma punya solusi terakhir : coba deh rubah gaya hidupku,gayaku dan pola pikirku. Aku mikirin berbagai obsesiku yang udah lama aku punya. Aku mikirin tentang mimpi-mimpiku bareng temen-temen, mikirin cita-cita. Mikirin Negara haha .Aku pikirin dendam-dendam lama. Aku gak pernah mau lagi deket-deket folder yang isinya secuil kenangan itu. Aku mau merubah semuanya.

Dan hasilnya adalah : lumayan deh.yey!aku jadi gak pernah berpikir buat ngelupain muka itu. Ikhlas banget, rasanya gak ada yang ngganjel. Gak lagi-lagi kalo ketemu jadi inget melulu. Gak galau lagi haha. Walaupun emang aku jadi sedikit agak sebel sama muka itu, tapi paling enggak aku udah gak kayak dulu lagi. Aku udah punya banyak hal buat aku pikirin,punya banyak temen buat nemenin, punya banyak hal baru buat aku kerjain dan sebagainya. Yaaah walaupun kalo aku ketemu sama muka jelek yang ngesok banget itu ada sedikit rasa jengkel dan deg deg ser gimana gitu, tapi yaa itu kalo ketemu doang ikih. Jadi ya solusinya kalo gak mau kaya gitu ya jangan ketemu. Tapi emang ada satu masalah, ada satu lagi rasa yang susah dikendaliin : kangen. Haha tapi untung gak terjadi sama aku kayak gitu. Sekarang aku udah bukan yang dulu. This is the new of me! Haha

Yey!I did it! Forget you Mr. Nasi Uduk! Bye J

Jumat, 28 Oktober 2011

kita teman berlibur


sebuah foto yang membuatku selalu bersyukur bahwa aku dilahirkan di dunia dan pernah merasakan warna-warna yang diberikan teman-teman ku setiap hari. Apapun yang terjadi setiap melihat senyum senyum di foto ini akan selalu teringat kebahagian kita bersama. Ayo kapan kita mau kaya gini lagi? kangen banget loh aku :)

kamilah wonder woman OSIS


sejak diangkat jadi OSIS masa bakti 2010/2011 inilah kami jeng jeng.....

WONDER WOMAN OSIS


( in this photo : Ginani Hening Utami, Putri Nalurita PPSP, Nadhila Atsari,Sarah Phalosa Rani,Farida Sukma Nirmala, Ziaulika Urbakh Zaen, Indraswari Nur Imaniati )

kata kata ini sebenernya tercetus oleh saudara farida sukma nirmala di tempat parkir. tapi setelah dipikir pikir sebutan ini benar adanya, kenapa?

sejak dilantik, inilah kai para wanita perkasa yang selalu mengoprak ngoprak para adam yang suka dateng rapat ngaret, yang suka bolos rapat, bahkan sampe urusan angkat angkat. haha
memang super perkasa sekali teman teman saya ini.

tapi inilah kami. :D
aku bangga loh. Kalo bisa dibilang (bukan mau nyombong) tapi emang bisa dibilang kalo gak ada kita kita ini pasti OSIS gak bakal jalan..haha
sebuah negara akan bagus jika wanitanya mempunyai akhlak yang bagus,ya kan?
Alhamdulillah yah, mereka benar benar teman yang selalu mendukung disaat kami jatuh di titik sebuah pelaksanaan acara.
Berkat semua kerja keras dan doa serta kerjasama dengan para adam juga maka kami bisa menunaikan tugas kami dan akhirnya lengser dengan damai. Keep pirit for the next generation!

semua peluh dan kesah kita, niscaya akan berbuah kemanisan teman-teman :)
terimakasih yaaaaa.

rock the day : Pirates 1

sebuah ide gila yang muncul dari para pemikir di XI IPA 1, teringat lagi.
Dance Masal XI IPA 1, special couple dance

hahahahaha, waktu latihan hanya 1 minggu. akhirnya jadi juga ide gila untuk mengisi GKS dengan tari tarian masal. H-1 gunting-gunting baju buat di teplok teplokin cap tangan warna-warni yang unyuuu sekali.
dance-dance ~
kapan kita mau menggoyang sekolah ini? ayooo pirates 1 haha

belikaaaaan~


adalah sebuah boneka yang sudah lamaaaaa sekali aku inginkan... sebuah angan angan melayang untuk memeluk boneka ini di tengah indahnya cemilan. arwwww

sebaiknya kalian sadar

lari dan pergi.
terus saja lakukan!
silahkan bedebah, kalian sejumput debu
Mengotori asa dan citaku.
Menghancurkan mimpi,menabur benih benci.
penyulut api dan kemarahan.
lingkaran setan dan kebencian, percikan niat kalian.
bedebah pergilah.
Aku tak butuh kemunafikan kalian.
hanya debu, debu busuk yang mengotori hati.
pergilah bawa wajah palsu kalian, berhenti berbisik.
majulah kedepan, godam sudah siap.
loser!
Tak perlulah dunian dengan kalian.

menyambut sebuah pagi

Pagi ini datang seperti biasa,menyambutku keluar dari rengkuhan gelapnya malam,matahari.
apa yang akan aku lakukan hari ini?tak ada yang tahu,akupun begitu.saat merangkai kehidupan,kudengar derai tawa,kusimpan senyuman.tentu saja menghapus air mata,semoga tak ada luka.
tapi ini bukan dongeng dimana hal-hal berakhir dengan happy ending.ini dunia yang tak pernah adil.
menyesakkan,memang.
tapi,hangatnya mentari membantuku tetap berdiri,cahayanya membantuku melihat.
aku telah diberi yang aku butuhkan.
aku mungkin punya banyak minus dimana mana,tapi itu cukup.
aku senang,aku menyukai itu semua. amin.
aku punya matahariku,
keluarga untukku pulang mengadu,
teman untukku datang berbagi tawa dan impian,
sahabat untukku berbagi rasa,
dan
dia sebagai bintang kecil dihatiku.
jadi,apakah aku akan menyerah?tidak.
aku punya kalian kan?
terimakasih,mungkin kalian memang matahariku.
kalian menyumbang banyak warna dalam hidupku, masih banyak hari yang tertutup dan siap dibuka.tetapi masa ini hanya sekali,mari kita nikmati :)

unspeakable truth

sesuatu yang tak terlihat bukan berarti tak ada.
sesuatu yang tak tersentuh bukan berarti tak berbentuk.
sesuatu yang tak terkatakan bukan berarti tak nyata.

tersimpan, rapi dan tenggelam.
semakin jauh, dalam menghujam.
kalbu yang sesak oleh teriakan.
kokoh tebal dinding menghalangi,rapat menutupi sautan.
jeritan.
berderu bersama nafas,mengalir bersama hujan dan menari dalam kata-kata.
bagaimana menyampaikan makna ini?

sesuatu yang tak terkatakan bukan berarti tak nyata.
kalimat pengecut, kalimat tanpa keberanian.
tetapi benar, itu nyata dan ada - aku, perasaanku.

Happines

They say that in this world there are two kinds of happiness. One kind of happiness you only know after the moment has passed, and the other is a happiness you feel in the moment. That happiness you feel in the moment is so precious. That they say that the memories of this kinda of happiness can stay with you and enlighten your life.
-jin guk,DH-

So I have found that kind of happiness I feel in the moment. Youth and dream.
For all the moments that come to me and bring the unforgetful scene of happiness, I thanked to my beloved friends that always keep my day colourful.

Jumat, 11 Maret 2011

Fanficton - WISH part 2


Yup yup yup~ here it this my first FF titled WISH part 2 yang melibatkan si dua unyil, Gina dan Zii. Maaf yaa lama sekaleee baru jadi. Banyak kegiatan dan ulangan belakangan ini, benar2 too much to handle. Jadi kayaknya gak usah banyak ngomong, langsung cekodot ajaa, mohon kritik dan sarannya yaa^^ arigatou, enjoy <3



Starring

Sarah Phalosa as Park Nami Yamada Ryosuke as Ryosuke

Ginani Hening as Aiko Hyuga Tegoshi Yuuya as Yuuya

Ziaulika U Zaen as Yuka Sanako Osamu Mukai as Mayama

Choi Jonghun as Jonghun Nishikido Ryo as Nishi

----------------------------------------------------------------------------------------------

WisH

Part 2 – We had time and distance between us. But why I still can see your shadow in my mind? (Aiko)

It just me.

Do you remember?

Flashback Aiko’s POV

Sudah dua minggu ia tinggal disini. Namanya Choi Jonghun, dia mirip sekali dengan ibunya. Ibunya yang cantik mewariskan kepada anaknya wajah yang rupawan. Senyumnya memang bisa melelehkan hati wanita seperti melelehkan es dan kedinginan. Kedinginan? Ya dia ternyata si pengagum putri bulan itu. Yang memperhatikan aku yang menyelamatkan kucing yang kedinginan di dalam kardus.

Kami menamainya Unyee. Kucing cacat yang aku tolong itu. Jonghun sangat suka membawa Unyee belajar denganya di balkon. Ia berusaha keras mengingat huruf-huruf Hangeul di bukunya dan si kucing menggeliat di pangkuan.

Jonghun sudah lama tinggal di Jepang. Walaupun ibunya seorang korea, dia dibesarkan di Jepang. Itulah yang membuatnya harus belajar bahasa korea lebih rajin. Tapi ibu jonghun, Onnie dari Umma tinggal di sini hanya sebentar. Mereka hanya sedang menghindari masalah yang bisa tambah rumit jika mereka kembali ke Jepang.

Kabarnya ayah Jonghun punya istri lain dan ada masalah mencuat diantara keluarga mereka. Jonghun dan ibunya hanya mengungsi sementara, jika tensi suasana sudah agak mereda mereka akan kembali ke Jepang dan tinggal disana.

Entah mengapa hal itu membuatku agak sedikit kecewa. Aku sudah terbiasa dengan kehadiran Jonghun. Dia lebih dari seorang kakak. Sikapnya yang care dan santai membuatku mudah dekat dengannya. Dia selalu membuatkanku bekal karena ia pandai memasak. Kami sering menobrol tentang banyak hal saat sore, sepulang sekolah.

Jonghun bahkan juga sekolah di sekolah yang sama denganku, sementara memang. Tapi dia sering menemaniku berlatih piano di hall. Dia mau meluangkan waktunya datang ke konser angkatanku. Dia memberi begitu banyak hal, dan aku merasa nyaman dengan semua itu. Jika nanti dia pergi, aku akan kehilangan, dan itu menyakitkan. Aku tidak mau itu terjadi.

Jonghun’s POV

Hari ini hari minggu. Yap, hari yang menyenangkan. Minggu-minggu terakhir sebelum libur panjang musim panas.Pagi yang cerah dan perut yang kosong siap diisi dengan sarapan.

Enaknya makan apa ya? Sebaiknya aku ke dapur dan melihat apa yang bisa kubuat. Hm, tapi berarti mulai sekarang aku membuat sarapan untuk empat orang karena ada Aiko? Oh tidak. Si Nami dihitung dua, ckck. Lima orang. Aku tersenyum jahil. Pasti ia belum bangun. Dengan agak berjingkat aku berjalan menuju kamar Nami di lantai atas.

Pintu kamar Nami tapi ternyata sudah terbuka. Dengan perlahan aku melongokan kepala dan mendapati kamarnya kosong. Tumben, sepertinya dia sudah bangun.

“Sedang apa hyuuuung~?” suara di belakangku yang terdengar tiba-tiba membuatku sedikit terlonjak kaget.

Kubalikkan badanku. Nami berdiri disana tersenyum lebar.

“Kau mau apa? Aku sudah bangun dari tadi. Aku sudah mandi malah. Panas sekali sih.” Ujar Nami sambil menunjuk rambutnya yang basah.

Ternyata meleset dari dugaan, aku menjitak Nami dan berjalan sambil lalu. “ Lapar.”

Nami berjalan mengikutiku sampai bawah. Dia lantas duduk di bantal yang bertebaran di ruang tengah depan televisi. Narsha sedang duduk disana juga mengamati beberapa file di dalam laptopnya.

“Mau kemana Onee?” Nami bertanya.

“Aku ada kerjaan nih. Ada pasien yang kritis. Oneechan harus segera ke rumah sakit. Kalian yang tunggu rumah yaa. Hari minggu ini jangan pergi kemana-mana.” Narsha memandang Nami sekilas lalu berpindah padaku. “Jonghun?”

“Yayaya. Aku tidak ada kencan kok hari ini. Paling juga pergi dengan Mayama, Oneechan.”

“Tetap saja, kau di rumah dong. Ini si Nami dan Aiko tidak mungkin jaga rumah sendiri sampai malam.” Narsha memandangiku dengan tajam. “Mengerti?”

“Bagus Oneechan.” Nami mengacungkan kedua ibu jarinya. “ Dah oneechan, hati-hati dijalan yaa.” Dia ganti melambaikan tangannya saat Narsha bergegas membereskan semua kertas-kertasnya dan beranjak pergi.

Kuambil bantal sofa di sebelahku dan kulemparkan pada Nami. “Berisik.”

“Aku laper juga hyung.” Nami memandangiku tanpa ekspresi. “Sarapan~”

Kurebahakan badan di sofa dan menyambar telepon rumah yang berada di atas meja. Dengan cepat kupencet nomor Mayama. Nami memelototiku karena kuacuhkan.

Sekilas terdengar nada sambung sebentar. Lalu suara khas sahabatku terdengar dari ujung. “Apa?”

“Kau kesini saja ya. Aku jaga rumah. Bawa FIFA 2011 nya. Kita main PS.” Aku bangkit dari sofa dan kuambil lagi bantal di sebelahku. Gerutuan terdengar dari gagang telepon. “Narsha yang menyuruhku, Mayama. Kau saja yang kesini, oke?” tambahku lagi penuh permohonan pada Mayama.

Nami diseberangku sudah melotot dan berjalan mendekatiku. Merebut bantal di tanganku dan melemparkannya ke arahku tapi meleset sedikit. “Tuh, kau dengar sendiri kan. Nami ribut, aku menemani dia di rumah.” Ujarku menambahkan alasan agar Mayama mau datang. Dan aku tahu itu berguna, Mayama akan datang. Karena barusan kusebut nama Nami.

Kututup pembicaraan setelah Mayama setuju datang. Nami sudah berada disebelahku dan merengek meminta sarapan.

“Aku lapar hyuuung. Buatkan aku sarapan.” Nami menarik-narik bajuku. “Kau bilang tadi lapar?”

Sarapan apa yaa yang enak. Aku juga bingung, aku juga lapar. Tapi lebih menyenangkan membuat Nami sampai memohon kepadaku.

Kuambil handuk putih yang tersampir di bahu Nami. “ Rambutmu masih basah.” Kuletakkan diatas kepala Nami dan mengusapkannnya agar rambut Nami kering. Tapi itu tidak membuat Nami diam.

“Hyuuuung. Ayo sarapan.”

Aku tertawa kecil. “Rambutmu bisa diperas nih.” Nami makin jengkel dan menyubit lenganku.

“Iya nanti bocah. Rambutmu aku keringkan dulu, oke?” aku menunjuk air yang masih menetes dari rambut Nami. Ia akhirnya diam dan membiarkanku mengeringkan rambutnya.

Mayama’s POV

Padahal belum tengah hari saat aku sampai di rumah Jonghun, tapi suasananya sudah panas. Kupencet bel dan seorang gadis asing mempersilahkanku masuk saat kubilang mencari Jonghun.

Aku masuk menuju ruang tengah dimana biasa aku dan Jonghun bermain PS*. Terlihat sofa krem yag begitu familiar denganku. Gadis tadi mempersilahkanku duduk dan menunggu sebentar. Ia bilang akan memanggil Jonghun.

Tapi ternyata ada sosok lain di sofa itu. Nami. Dia tertidur disana. Menggulung seperti kucing memeluk bantal kursi. Rambutnya berantakan. Aku melirik jam tanganku, perasaan ini baru pukul 10.00 tetapi ia sudah tidur? Atau memang dia belum bangun dari tadi malam? Aku mengamatinya.

“Dia bangun pagi, lalu kelaparan akhirnya tidur lagi. Payah sekali ya kan?” suara Jonghun dari balik tangga membuatkanku berbalik. Di belakangnya berdiri gadis asing yang tak kukenal tadi saat mempersilahkanku masuk. Jonghun melihat pandanganku. “Dia sepupuku, namanya Aiko.” Jonghun mendorong gadis itu agar mendekat. “ Aiko kenalkan, ini Mayama. Dia sahabatku.”

Gadis itu tersenyum dan merunduk. “ Yoroshiku Onegaishimasu.”

Aku balas tersenyum dan kembali membalikkan badan mendapati Nami yang tertidur. Aku melirik Jonghun yang sedang meminta tolong pada Aikou ntuk membuatkan minum. Kutatap lagi Nami yang teridur. Dia mirip kucing.

“Hei, jangan dipelototi lama-lama.” Jonghun menepukku dari belakang.

Aku diam saja sejenak. “ Adikmu memang begini ya?” aku tersenyum. Perasaanku terasa hangat.

“Apa?”

“Begini.” Jawabku tersenyum lagi lalu berjalan duduk di lantai sebelah sofa.

Nami’s POV

“…. Hei itu pelanggaran! Akh, apa-apaan~ cih wah wah kau curaaaang!...”

Berisik.

“Pemainmu saja yang kasar. Minggir. Kalau aku menang, traktir aku okonomiyaki. Haha.”

Ah berisik sekali. Siapa sih?

Aku memaksa mataku untuk membuka. Kulihat dua sosok sedang sibuk dengan joystick di tangan mereka seraya memelototi layar. Mereka duduk memunggungiku di lantai. Aku bangun dan mengusap wajahku yang tertutup rambut. Rupanya gerakanku disadari oleh mereka berdua. Mayama ternyata, ia menengok ke arahku.

“Uruse.” Ujarku sebal.

“Hehe, maaf. Kakakmu menyebalkan, dia curang.” Mayama tersenyum lalu membalikan kembali badannya. “Kau baru bangun Nami?” tanyanya heran.

Aku kembali berbaring di sofa seraya mengahdap layar untuk melihat permainan mereka. “Aku sudah bangun tadi pagi, pagi-pagi sekali. Tapi aku lapar, Hyung tidak mau membuatkanku sarapan.”

“Siapa bilang aku tidak mau membuatkanmu sarapan? Aku tadi membuatnya kok. Tanya saja sanah pada Aiko di dapur.” Jonghun menimpali.

“Tapi lama sekali, aku keburu lapar, lalu tidur saja lagi ah. Hyung menyebalkan.” Kataku seraya memukul punggungnya.

Mayama hanya tertawa mendengar alasanku. Huh, sama saja. Dasar kakak-kakak jail. Aku putuskan untuk bangun sepenuhnya. Disini membuatku tambah jengkel saja, mereka berdua asyik bermain dan berisik.

Sepertinya Aiko sedang di dapur. Ternyata benar, ia memang sedang membuat jus melon untuk Jonghun dan Mayama.Aku tersenyum, sebuah ide muncul di benakku.

“Aiko chan~ … “ panggilku.

“Ne?” Aiko membalikan badannya membawa satu namapan berisi jus melon dan kue.

“Aku saja sini yang mengantarkan. Hehe.” Aku mengambil nampan dari tangan Aiko.

“Ah tidak usah. Biar aku saja.” Aiko menahan nampan itu di tangannya. “Nami chan mau aku buatkan? Tapi aku tidak tahu apakah jus ku enak atau tidak.”

“Hm… hehe, kalau begitu aku antarkan jusnya saja. Oh dan kau tak perlu repot-repot membuatkanku jus.” Dengan cepat kuambil dua gelas jus melon dari atas nampan dan kubawa ke ruang tengah. “Kau boleh mengantarkan kue-nya Aiko.”

“Mayama kun. Ini jus untukmu.” Aku mendorong Jonghun dan duduk diantara dia dan Mayama. “Aiko membuatnya, enak.” Kulemparkan senyum pada Mayama.

“Aish, kau ini apa-apaan. Jangan suka duduk ditengah-tengah seperti itu dong.” Jonghun protes dan berusaha menggusurku. “Eh, mana jusku?? Ah kau meminumnya!” Jonghun berusaha merebut gelas dari tanganku saat melihatku meminum jus melon yang satunya lagi.

“Siapa bilang ini jusmu?” aku menegaknya sampai habis. “Enak kok Aiko chan.” Ujarku seraya mengacungkan jempol pada Aiko yang datang menyusul membawa kue.

Jonghun menyubit lenganku. “Kau ini. Ck. Mayama, beruntunglah kau tidak mempunyai adik seperti ini.”

Mayama hanya tertawa dan meminum jusnya. Aku menendang Jonghun, “Makannya buatkan aku makan siang doooong.”

“Ini baru pukul 11.00 Nami.” Ujar jonghun menggelengkan kepala seraya kembali berkonsentrasi pada joystocknya.

“Aku sudah lapar. Aku tidak sarapan kan?” aku merengek pada kakakku yang menyebalkan ini. “Kalau maag-ku kambuh bagaimana?” ternyata Jonghun mengacuhkanku. “Hontouniiiiii ~ hyung!”

“Sebaiknya kau buatkan dia makan siang Jonghun.” Mayama melirik kearahku.

“Haaah, baiklah. Tapi di kulkas tidak apa-apa.

“Hm, bukankah ada supermarket dekat sini? Bisa belanja terlebih dahulu.” Aiko yang sedari tadi memperhatikan kami dari sofa menimpali perkataan Jonghun.

Aha!aku punya ide. “Jadi bisa belanja dan makan siang bersama.” Kutarik tangan Aiko dan “Nah sekarang ayo hompimpah yang kalah belanja!”

Mayama melempar pandangan ke Jonghun yang menghela nafas. Berikutnya mereka berdua ikut juga mengundi siapa yang akan belanja.

“Kenapa aku ikut?” Aiko bertanya.

“Karena agar kita bisa membentuk tim dua-dua, tim tunggu rumah dan tim belanja.” Aku tersenyum selebar-lebarnya dan memberi pandangan isyarat pada Mayama.

“Seharusnya tim belanja dan tim memasak kan?” Mayama membalas tatapanku.

“Ah tidak bisa.” Ujarku cepat-cepat sebelum Jonghun mengucapakan idenya. “Aku tidak bisa memasak, Hyung jago memasak, Aiko terampil di dapur, Mayama baik hati. Jadi, nanti kalian masak, aku main FIFA 2011 dengan Mayama,ups salah. Kita undi dahulu kok, hehe. Ayo kita Hompimpah!”

Aku tersenyum pada Mayama. Ayo, keluarkan “Gunting” Mayama-kun. Kau kan sudah pernah kuberi tahu, haha.

Yuuya’s POV

Sepertinya di dalam ramai. Aku memencet bel rumah Nami sekali lagi. “Konichiwa!~”

Ada suara seseorang mendekat. Rupanya Jonghun, kakak Nami. “Ah Onii chan. Nami ada?” tanyaku.

“Oh dia di dalam tuh sedang ribut.” Jonghun menggelengkan kepalanya. “Masuk saja. Namiiiiii, yuuya mencarimu.”

Tak lama kemudian Nami muncul bersama seorang gadis entah siapa. “Ah Yuuya kun, aku lupa.” Nami tersenyum merasa bersalah pada Jonghun dan gadis itu yang sepertinya juga akan pergi. “Hehe, ternyata malah aku ada janji dengan Yuuya, hyung. Tapi tidak apa deh. Kau belanja saja. Kalian kan bisa makan siang bertiga. Ya kan? Nami menyerocos pada Kakaknya. “Oke kan Aiko?” sekarang ia ganti bertanya pada gadis disamping Jonghun.

Jonghun mengehela nafas dan menggelengkan kepala saat melihat Nami bergegas lari kedalam untuk mengambil tas. Dia melirik gadis bernama Aiko tadi. “Kau tidak apa pergi belanja bersamaku Aiko-chan? Maaf merepotkan.”

“Hm, daijobu.” Gadis itu tersenyum. “Aku akan bereskan hal ini kok. Sudah biasa Jonghun-san. Kalau perlu nanti aku bantu memasak di dapur.”

Jonghun mengangguk lalu melirikku. “Kalian mau kemana?”

“Nami memintaku menemaninya, entahlah Onii chan.” Ujarku mengangkat bahu.

“Haah, anak itu. Beberapa saat yang lalu dia merengek minta dibuatkan makan siang, kami sudah mau berangkat pergi untuk berbelanja, eh malah ternyata dia ada janji denganmu.” Jonghun berdecak heran.

Terdengar gedebuk suara langkah kaki, “Mayama, kau makan siang bersama Hyung yaa? Aku ada janji dengan Yuuya.” Nami berteriak dari dalam lalu tak lama kemudian mucul sudah lengkap dengan tas dan ponsel dalam genggamannya. “Yuk!”

Aku mengangguk dan melempar senyum pada Jonghun sebagai tanda pamit.

“Kalian mau pergi belanja saja yaa?Aku juga pergi yaa. Duluan Aiko-chan. Dah Oppaaaa~” Nami tersenyum nakal dan mengecup pipi Jonghun sebelah kiri.

Perbuatan Nami yang terakhir tadi membuatku agak terkejut. Nami memang akrab sekali dengan kakaknya tetapi kalau hal itu sih agak bagaimana yaaa? Tetapi Jonghun terlihat biasa saja dan tersenyum agak tidak ikhlas melihat Nami berusaha menarikku keluar dari pintu. Tapi sepertinya yang terkejut bukan hanya aku, gadis bernama Aiko itu bahkan sampai melongo seperti melhat sesuatu yang membuatnya shock luar biasa. Nami sendiri tidak menyadari ekspresi Aiko, dia sudah berada diluar pintu seraya menarik-narik lenganku agar cepat menyusulnya.

“Kiotsukete!” Teriak Jonghun dari dalam.

“Hai!”

Yuka’s POV

Hari ini panas. Musim panas datang dengan cepat memang. Tahun lalu lah aku bertemu dengan Jonghun di café ini. Dia sedang melamun saat aku berjalan melintas di depannya. Aku sering tersenyum sendiri mengingat dia pura-pura menumpahkan kopinya di kaosku waktu itu dan mengajak berkenalan. Senyum ramahnya waktu itu seperti membuatku patuh dan pada akhirnya berkenalan dengan dia.

Kopi yang sama ada di tanganku sekarang, dan meja di sebelah …

DUK!

“Ah, mianhe.” Seseorang menabrakku dari samping dan membuat kopi ku tumpah. “Jeongmal mianhe.”

Aku terdiam sejenak menyerap kata-kata orang itu. Setelah mengenali bahasanya aku jawab. “Hm, gwaenchana. Tidak kena kaosku kok.” Aku tersenyum pada orang yang menabrakku tadi.

“Wah, kau mengerti bahasa korea?” Orang yang menabrakkku tadi ternyata seorang laki-laki muda. Seumuranku mungkin.

Aku mengangguk. “Sedikit-sedikit. Aku mempelajarinya.”

“Ohh… Aku terkejut juga, kukira kau orang korea. Ah, maaf soal kopimu.Gommenasai. Aku ambilkan yang baru.” Lelaki itu melirik pada cup yang tergeletak di lantai café.

“Ini? Daijobo. Hontou~ .” aku tersenyum lagi menenangkan. “Aku bisa beli lagi kok.”

“Ah, tidak. Aku akan menggantinya. Kau duduk saja, aku akan ambil lagi.” Lelaki itu menunjuk salah satu meja dekat kaca lalu berbalik badan menuju kearah antrian pemesan setelah sebelumnya memangil pelayan untuk membereskan tumpahan kopi.

Tak beberapa lama lelaki itu kembali membawa dua cup kopi dan duduk dihadapanku. “Douzo.”

“Arigatou~.” Aku menerima cup itu dan mencicipinya. “Hm, bagaimana kau tahu?”

“Ne?” lelaki itu tidak mengerti.

“Ini.” Ujarku menunjuk cup pada tanganku.

“Ah, Vanilla Latte?” tanyanya. “Kan tadi aku menumpahkannya. Kupikir itu Vanilla Latte jadi kubeli yang sama.” Dia tersenyum. “Enak?”

“Hai. Arigatou.” Aku tersenyum lagi. “Oh ya, Yuka.” Ujarku seraya mengangkat tangan.

“Doite. Aku Yamada, Ryosuke Yamada.” Dia menyambut tanganku dan menyalaminya.

“Oke. Ryo-san. ” Aku tertawa. “Jadi kau dari Korea? Tapi Namamu kok nama jepang?”

“Ryo saja tidak apa-apa.” Dia balas tertawa. “Keluargaku orang Jepang Yuka-san. Tapi dari kecil aku tinggal di Korea, hanya beberapa kali pergi berlibur di rumah Ojisan di Jepang.”

“Yuka saja tidak apa-apa. Haha.” Sepertinya Ryo orang baik. “Hmh…begitu. Jadi sedang liburan kali ini?”

“Bukan. Kalau kali ini aku menyusul seseorang.” Ryosuke tersenyum simpul. Aku agak terkejut sedikit karena ternyata dengan mudah aku bisa berkenalan dengan Ryosuke ini. Keramahannnya membuatku tidak merasakan bahaya apapun terhadap orang asing.“Kau hebat juga, menyusul seseorang sampai kesini.” Aku menggelengkan kepala. “ Pasti berharga sekali ya orang itu. Ckck.”

Nami’s POV

“Yuuya, yuuya~ ke situ yuk.” Ujarku menunjuk salah satu café di ujung jalan. “Aku ingin donat.”

“Yaa. Terserah kau sajalah. Aku hanya menemanimu.”

Asyik. Inilah mengapa aku sering meminta Yuuya menemaniku. Yuuya yang baik hati akan menuruti kemana aku ingin pergi. Walaupun dengan sedikit menggerutu. Ia akan mendengarkan ocehanku dengan baik. Dan yang paling penting adalah aku suka menggodanya dengan Yuka. Haha

Café diujung jalan itu adalah café kesukaanku. Melon pan, egg tart, donat berbagai topingg yang aku sukai ada disini semua. Setiap aku merasa bosan pasti pergi kesini dan menghabiskan waktu mengisi perut. Yuuya tahu bahwa aku hobi menghabiskan waktu makan cemilan di café ini, dan dia hanya menggelengkan kepala setiap aku selalu memintanya menemani makan disini.

“Jangan makan donat selai mangga lagi Nami.” Yuuya memperingatkanku.

“Hm? Wae??”

“Nanti kau sakit perut lagi. Kau kan belum makan.”

“Okeee, tapi kau harus mencoba …” Ada seseorang yang aku kenal sosoknya sedang duduk di sebelah kaca café itu. “Hei, itu Yuka kan?”

“Mana?”

“Itu…” Aku berjalan mendekati kaca dan mengetuknya. “Yuka-chan, Yuka~”

Dengan segera aku menarik tangan Yuuya masuk ke dalam café. Ternyata Yuka tidak sendirian, ada seorang lelaki duduk dihadapannya.

“Yo, kita bertemu lagi ya?” Dengan agak canggung Yuuya menyapa.

Aku mengamati lelaki yang duduk di hadapan Yuka. Dia memakai kemeja bergaris dengan kaos hijau toska di baliknya. Sepertinya dia orang asing, aku tidak mengenalnya. Siapa yaa? Jangan-jangan Yuka juga punya lelaki lain selain Hyung? Oh tidak.

“Kalian darimana?” Yuka menggeser duduknya, aku mendorong Yuuya untuk duduk di sebelahnya. Dengan cepat aku duduk di sebelah lelaki tadi. Ternyata Yuka menyadari pandanganku.

“Ini Ryo, dia baru datang dari Korea.” Lelaki itu tersenyum.

“Dari korea?” aku menyalaminya. “Park Nami, ini Yuuya.” Aku menunjuk Yuuya yang duduk di hadapanku sekarang. “Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali yang dari korea ya?”

“Banyak?” lelaki itu menaikkan alis. “Mugkin. Hehe.” Si Ryo ini bangkit dari duduknya dan berjalan ke pinggir meja. “Nah, Yuka, aku sepertinya harus pulang dulu. Senang berkenalan denganmu. Semoga kita bisa bertemu lagi lain waktu.”

Setelah mengucapkan pamit, kami mengamati Ryo pergi dan menghilang dibalik rak coklat.

“Jadi kalian baru kenal juga?” Yuuya membuka percakapan.

“Yaa, begitulah.” Yuka membetulkan ikatan rambutnya. “Dia kemari untuk menyusul seseorang katanya.”

“Menyusul seseorang?” aku tertawa. “Yang benar saja. Jauh-jauh dari korea? Aku saja di suruh pindah kesini agak dongkol.”

-WISH part 2 end-

 

Secarik Cerita dalam toples-toples Mimpi Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template