Senin, 24 Januari 2011

Fanficton - WISH part 1

Yap ini dia Fanfiction pertama saya. Untuk Ginani dan Ziaulika yang terlibat dalam fanfiction ini mohon saranya yaa :)
Semoga FF ini gak geje dan muter-muter karena ini pengalaman pertama hahaha
Selamat menikmati^^
(kritik dan saran diharapkan)



Starring
Sarah Phalosa as Park Nami
Yamada Ryosuke as Ryosuke
Ginani Hening as Aiko Hyuga
Tegoshi Yuuya as Yuuya
Ziaulika U Zaen as Yuka Sanako
Osamu Mukai as Mayama
Choi Jonghun as Jonghun
Nishikido Ryo as Nishi

-------------------------------------------------------------------------------------

WisH


Part 1 – I know when the first we meet, I’ll hurt myself because I keep looking on your back

Would you see me in this place? Looking for you like this?
Alone and pathetic.
Stop running, I’m afraid if my wish can’t reach you.


(flashback)
Aiko’s POV
Sore ini gerimis, genangan air tersisa di tepian jalan. Orang-orang berlalu lalang pulang bekerja begitu saja tanpa memperdulikan kotak kardus dibawah pohon itu. Sisi-sisinya basah dan kotor oleh lumpur. Entah mengapa aku penasaran sekali dengan kardus itu. Dengan berhati-hati agar seragam sekolahku tidak kecipratan air aku berjalan menuju pohon disamping halte bus yang berisi beberapa orang mengenakan mantel tebal.
“Aigoo~, kasihan sekali kau ini.” Ternyata di dalam kardus ada seekor anak kucing Persia yang meringkuk kedinginan. Ah, tapi kenapa ini matanya? Kenapa matanya sebelah berwarna pucat sedangkan yang satunya berwarna biru cerah, sungguh aneh dan tidak pas. Padahal ini bukannya kucing mahal?
“Dia buta sebelah, pasti majikannya orang kaya yang tidak memerlukan kucing dengan keindahan setengah saja. Paling-paling hidupnya hanya tiga hari lagi.” Seseorang dengan mantel hijau lumut tanpa kusadari telah berdiri di tiang halte sebelah pohon dimana aku menemukan kucing ini. Dia berdiri mengamati kucing yang sekarang ada di dalam pangkuanku.
“Aishhh .. bukankah tidak baik anda berkata seperti itu? Siapa tahu kucing ini masih bisa bertahan hidup. Tak ada yang tahu bukan?” Aku jadi agak sewot karena orang ini langsung menebak asal saja.
“Suhu kota ini sekarang hanya 16° derajat celcius, beberapa hari lagi mungkin akan turun lagi dan salju mungkin akan datang. Kucing sekecil ini hanya akan kedinginan dan mati nona.” Orang itu tersenyum seraya menggelengkan kepala. “Kecuali jika kau membawanya pulang dan memberinya susu hangat. Dan katakan pada ibumu bahwa matanya yang sebelah ini adalah anugerah dari putri bulan, karena itu warnanya pucat seperti bulan purnama”
Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus kucing itu, kucing itu menggeliat pelan lalu menatap si pemilik tangan yang memainkan bulu-bulunya.
“Ingat, dia mungkin butuh banyak selimut dari kain perca. Permisi nona”
Orang itu berbalik dan berjalan menjauhi halte, sejenak ia mengamati jam tangannya lalu kembali melangkah dan hilang di balik gerimis. Seilas tadi aku melihat logo seragam yang terselip di balik mantelnya. Sepertinya ia masih seumuran denganku. Tapi,dasar orang aneh, dia itu apa? Pengagum putri bulan atau apa?
Kuberi nama siapa ya kau ini? Kuelus bulu-bulu kucing ini yang berwarna kelabu. Dia pasti kedinginan, akan kubawa pulang. Kurapatkan mantelku dan berjalan cepat masuk ke dalam gedung apartemen di seberang jalan.


Jonghun’s POV
“Aaak~ hyuuuuung!” kau curang kau curaaaang!”
“Aish, berisik. Kau daritadi berteriak terus, mengganggu konsentrasi.” Aku melempar bantal di dekatku ke arah Nami.
“Huh, kau curaaaang. Giliranku belum selesai tadi. Kau… Ish, minggir.” Nami mulai mendorong-dorong tubuhku. “Yah! Minggiiir hyung, masih giliranku!”
“Berhenti memukuliku bocah. Salahmu tadi pergi jadi sekarang giliranku, wee.” Kujulurkan lidah pada Nami yang sekarang cemberut sambil memelototiku.
“Bad guy. Cheater!” Nami berteriak-teriak ditelingaku. “Aku tadi mengambil minum, dan kau main serobot saja.” Dia lalu mencubit lenganku. “ Ishhhh, hyuuuuuuuung~!”
“Oh ayolah berhenti menggangguku. Kau kalah anak kecil. Dan berhentilah memanggilku hyung. Itu bukan panggilan yang cocok.”
“Nande?” Nami menyandarkan badannya pada kaki kursi disebelahnya.
“ Setidaknya panggilah aku Oppa, bukan hyung. Kau ini perempuan bukan? Itu kalau kau mau memanggilku dalam bahasa korea, atau lebih baik jika kau memanggilku Onii san. Kita di Jepang.” Kujulurkan tanganku dan kujitak kepala Nami.
“Itai!” Nami mengelus kepalanya. “Aku kan memanggilmu Hyung juga bukan tanpa alasan. Huh. Aku kan memang masih terbiasa menggunakan kata-kata dari bahasa Korea. Lagian, kau ini, seperti perempuan, aku jadi ingin memanggilmu Unnie tapi karena kau laki-laki jadi aku panggil hyung, seperti panggilan dari sesama adik laki-lakimu. Hahaha.” Nami menyeringai senang.
“Oh, jadi selama ini itu alasannya? Baka.”
“Mwo?”
“Kau ini bodoh adikku jelek. Bagianmana dari diriku yang mirip perempuan hah? Aku ini seratus persen gentleman kau tahu itu!” Nami jadi sasaranku melempar bantal untuk kesekian kalinya.
“Waaah, lihat ini. Si playboy cap sapi tidak pernah berkaca.” Nami menggelengkan kepalanya. “Kau punya semua hal yang diperlukan wanita cantik. Kau punya bulumata lentik, bibir tipis pink dan jari kerlap kerlip.”
“Haha. Nani kore? Benarkan dulu bahasamu. Apaan dengan tangan kerlap kerlip. Tanganku indah tahu.” Kukedipkan mataku pada Nami.
“Hoek. Aku butuh ambulans.” Nami menggeletak di lantai.
“Yaah, lihat saja. Kau ini yang tidak normal. Banyak yang mengejarku karena ini semua loh.” Tanganku terjulur membetulkan rambut dan memasang gaya untuk membuat Nami semakin jengkel.
“Aku heran kenapa perempuan-perempuan korban ke-plaboy-an mu tidak muntah saat kau mulai berbicara gombal.”
Omongan Nami barusan memang seharusnya dipertanyakan, haha. Tapi tetap saja aku tidak peduli. Kali ini aku sedang berkonsentrasi mengalahkan rekor Nami yang tercatat di game balap playstation yang sedang kumainkan ini.
“Yaaak! Aku peringkat 4 dan kau peringkat 7. Bwahahaha. Kemenanganku kali ini, kau menggendongku sampai atas Nami. Syalalalalala.”
“Berhenti menyanyi dasar jelek. Ayo cepat naik. Kau akan menyesal nanti.”
Aku tersenyum lebar pada Nami dan segera saja kukalungkan tanganku di lehernya. Badan Nami yang jelas lebih kecil dari badanku langsung goyah. Haha, biar tahu rasa dia. Terakhir kali aku kalah aku harus menggendongnya keliling rumah. Dan dia tidak ringan.
Dengan langkah terhuyung-huyung dia membawaku naik tangga menuju kamarnya di lantai dua. Tiga anak tangga, empat, lima, enam, tujuh dan ..
BRAAAK!
“Ouch, singkirkan badanmu hyung, berat.”
Nami jatuh dan aku menimpanya, kakiku terbentur tangga dan menyebabkanku susah berdiri, saat aku mencoba berdiri kakiku salah memijak ke anak tangga dibawah dan tubuhku oleng lalu jatuh lagi dan kali ini benar-benar menabrak Nami.
“Hyuuuung, sakit. Cepat berdiri.” Karena jatuh, muka Nami tiba-tiba dekat sekali dan membuatku hampir tidak berani bernafas.
“Hyuuuung, jinja. Bangun! Tanganku memar nih.”
“A.. aku ….”

Yuka’s POV
Rumah Jonghun sepetinya sepi, tapi dia bilang sore ini dia dirumah. Ahh mungkin dia di dalam. Pintu depannya juga tidak terkunci, maka kuputuskan untuk langsung masuk saja kedalam.
“BRAAAAK !” ada duara ribut ribut dari ruangan tengah.
Sepertinya ada suara Jonghun. Aku berjalan menuju sumber suara itu.
“Hyuuuung, jinja. Bangun! Tanganku memar nih.”
“ A.. aku …”
“Jonghun-kun?” ternyata benar ada Jonghun, dia sedang bersama Nami dan sepertinya baru saja terjatuh di atas anak tangga.
“Minggir!” Nami mendorong Jonghun hingga ia nyaris terguling lalu bangkit berdiri. “ Hai Yuka. Lama tidak kesini?”
Aku masih agak sedikit heran dengan kejadian tadi karena posisi Jonghun agak sedikt menggangguku, tapi bagaimanapun Nami kan adiknya.
“Belakangan ini aku sibuk dengan jadwal siaran radioku. Jadi baru sempat datang kesini. Kalian sudah makan?” Aku merapihkan rambutku dan kulirik Jonghun yang meringis kesakitan.
“Kami? Tentu saja belum. Onee-chan belum pulang dan pacarmu ini tidak mau masak untukku. Lihat saja, dia menggangguku terus.” Nami menendang Jonghun.
“ Ah. Itai! Kau ini.” Jonghun memelototi Nami dan mendorongnya turun. “ Dia yang mengajakku bermain terus. Jangan pedulikan dia Yuka-chan. Kau bawa sesuatu?” Jonghun mengusap kakinya yang ditendang Nami.
“ Hm, tadi aku membeli Takoyaki dan datang kemari. Kau suka takoyaki kan?”
“Aku sukaaa~ aku mau yang keju yah?” Nami berlari turun dari tangga.
“Hei siapa yang menawarkanmu, minggir.” Jonghun menggesernya dan menarik tanganku untuk duduk di kursi.
“Beginilah derita tinggal bersama dengan kakak laki-laki yang sok keren dan jail.” Nami mulai berjalan dengan jengkel ke arah tangga lagi. “ Kalau aku jadi kau Yuka, akan kuputuskan saja orang disebelahmu itu. Haishh, kali ini aku mengalah. Aku masuk kamar, awas kau Jonghun jelek.”
“Jangan pedulikan dia.” Jonghun mulai membuka bungkusan di depan kami. “ Kau mau? Aa …” Aku memakan Takoyaki yang disodorkan Jonghun. Rasanya menyenangkan sekali bertemu lagi dengannya setelah beberapa hari kami sibuk dengan aktivitas masing-masing.
“ Kau memang tidak bisa pernah akur dengan Nami?”
Jonghun hanya mengangkat bahu dan meneruskan memakan Takoyaki. “Begitulah.”



Aiko’s POV
“Pesawatmu berangkat jam berapa?” Ryosuke berdiri bersandar dan memandangku yang sedang merapihkan koper.
Cuaca sore ini cerah. Perasaanku tidak karuan karena sebentar lagi aku akan berangkat ke Jepang. Dan aku akan bertemu dia, setelah dua tahun yang lalu perpisahan kami, aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Tapi sebentar lagi aku akan berangkat ke Jepang dan ikut tinggal di rumah kakaknya yang berarti tinggal serumah denganya lagi, seperti dua tahun yang lalu saat aku harus tinggal satu apartement dengan dia dan ibunya selama 7 bulan.
“Haah, jinja. Hei, Aiko. Aku bertanya padamu loh.” Kali ini Ryosuke berjalan mendekatiku dan menarik koper-koper itu. “ Pesawatmu?”
“ Ah, pukul 6.30 aku rasa.” Kuambil ranselku dan kuikuti Ryosuke yang sekarang menarik koperku ke ruang tunggu.
“Haah, selamat yaa? Ckckck.” Kursi tunggu deret ketiga kosong dan Ryosuke duduk disitu.
Aku berjalan mendekatinya. “Hmm, apa maksudmu?”
“Aku tahu kau memikirkannya. Kau akhirnya senang bukan bisa bertemu dengannya lagi?”
“Mwo? Aku memang senang karena aku sekarang sudah tidak sendirian. Aku sudah punya keluarga lagi sekarang. Bukan karena aku akan bertemu dengan Jonghun.” Aku mulai sewot sendiri.
Ryosuke mengangkat bahunya. “Tergambar jelas di wajahmu.”
“Hhh.. Mau sampai kapan kau sinis?”
Tidak bisakkah Ryosuke bersikap lembut sedikit kepadaku? Padahal aku mau pergi dan mungkin aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Keluargaku sudah tidak ada lagi di Korea, jadi dia seharusnya sedikit merasa kehilangan aku yang mungkin tidak akan kembali atau bagaimana, tapi tetap saja dia selalu bersikap seperti ini.
“Wae? Lagian kau memang menyukainya bukan? Kau ingin mengejarnya tapi kau tidak berani, jadi aku kira kau senang Karena paling tidak kau punya alasan untuk berada didekatnya?” Ryosuke melipat tangannya.
Kata-kata Ryosuke membuat aku seperti menelan timah panas. Dia menyebalkan sekali sekarang, tapi dia memang benar. Jadi kuputuskan diam saja dan menampakkan muka jengkel.
Kami duduk dalam diam. AKu tahu keputusan untuk aku pindah tiba-tiba begitu saja ke Jepang mungkin akan membuat Ryosuke jengkel, kami sudah berteman sejak kecil. Begitu Umma pergi menyusul Appa karena penyakitnya, keluarga Ryosuke menawariku tinggal disana, aku sudah setuju karena lagipula aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di Korea, tetapi tiba-tiba Kakak ipar dari Ibuku datang. Dia menawariku pindah ke Jepang dan tinggal di rumah anaknya di Jepang agar aku bisa berkumpul kembali bersam akeluargaku, termasuk Jonghun adik dari anak pertama Kakak ipar ibuku.
Ternyata hal itu membuatku berubah pikiran. Aku memutuskan untuk tinggal di Jepang dan pergi mendekat kepada keluarga besar Ibuku. Hal ini mungkin biasa saja, tapi bagi Ryosuke pasti menjengkelkan karena aku memberitahunya paling terakhir.
“Kurasa itu pesawatmu.” Ryosuke berdiri saat suara pengumuman terdengar seraya mengambil koper dan berjalan ke arah pintu masuk pengecekan tiket.
Aku mengikutinya, memastikan untuk kesekian kalinya tak ada yang tertinggal.
“Sudah… aku minta maaf.” Dia tiba-tiba berhenti dan bersandar pada koperku.
“Mwo?”
“Aku tidak bermaksud membuatmu jengkel tadi. Jangan menampakan muka seperti itu.” Ryosuke menjitak pelan dahiku. “ Maaf. Berhati-hatilah dijalan yaa. Be healthy.” Dia tersenyum.
“Hmm.. Gomawo. Be happy Ryosuke-ah.” Aku membalas senyumnya. “Kapan-kapan mainlah ke sana yaa?”
“Ne. Aku akan ke antrian memastikan kopermu masuk ke bagasi pesawat dan kita bertemu di pintu pengecekan tiket. Oke?”
“Oke. Gomawo.”
“Berhentilah mengucapkan terimakasih.” Ryosuke berjalan menjauh. Aku mengambil tiketku dan berjalan menuju ke pintu pengecekan.
Sebentar lagi aku akan meninggalkan tanah kelahiranku, meninggalkan semua kenangan masa kecilku. Meninggalkan teman-temanku yang sangat berbaik hati memberiku pesta perpisahan kemarin, aku akan meninggalkan semua jejakku di sini. Dan mungkin susah untuku kembali kesini. Sekarang aku sudah resmi menjadi keluarga besar dari keluarga ibuku.
“ Jangan lupa mengabariku, oke?” Ternyata Ryosuke sudah kembali berdiri dibelakangku.
“Ne. Aku akan meneleponmu.”
“Sip. Masuklah. Kau akan terlambat.” Ryosuke mengusap rambutku.
Aku membalasnya dengan senyum. “Daah, kau jaga diri yaa?” Kubalikkan badanku dan melangkah menjauhi Ryosuke.
Sau lagi yang akan kutinggalkan, aku akan meninggalkan Ryosuke. Sahabat terbaikku dari aku kecil. Walaupun dia sering membuatku jengkel, aku sagat menghormati dan menyayanginya. Tiba-tiba langkahku terasa berat, aku ingin berbalik.
“Ryosuke,” teriakku.
Ryosuke membalik badannya. “ Ada apa lagi?”
Aku tersenyum. “ Mau pelukkan perpisahan?” kulihat alis Ryosuke naik. Aku maju satu langkah dan memeluknya sekilas. “ Aku akan merindukan kesinisanmu.”
“Hmm.. Aku juga.” Kali ini Ryosuke tersenyum tulus walaupun masih agak terkejut dengan perbuatanku.
“ Daaaah.”


Nami’s POV
Pagi ini sekolahku terlihat menyenangkan. Hm, entah kenapa. Mungkin hari ini hari baik? Tak ada yang tahu bukan.
“Ohayo Yuuya-kun!” dengan sedikit berlari aku mendekati seorang laki-laki yang sedang menyandarkan sepedanya.
“Ah, ohayo~” Dia adalah sahabatku, Yuuya. Dia adalah teman pertamaku sejak aku pindah dari Korea ke Jepang.
“Kau ceria sekali.” Yuuya memandangiku dari atas sampai bawah. “ Aku jadi takut. Duluan yaa. Daaah.” Dia berbalik dan berjalan menjauh.
“Eeeh, nande? Chotto! Yuuya~” Kukejar dia dan kuapit lengannya. “Memangnya salah kalau aku ceria?”
Yuuya berhenti. “Haah, tidak sih. Tapi tadi malam kau meneleponku dan terdengar bad mood, kenapa tiba-tiba kau jadi ceria pagi ini? Kan mencurigakan.”
“Oke oke. Lupakan masalah itu. Hihi.” Kulepaskan tanganku dari Yuuya. “ Aku sudah baikan dengan Hyung.”
“Oke, baiklah. Jangan telepon aku lagi kalau kau bertengkar dengan Jonghun.” Yuuya menjitakku dan berjalan masuk kelas.
Kami satu kelas. Seperti biasa, lagi-lagi kami satu kelas sejak pertama kali kami berteman. Aku mengikutinya masuk ke dalam kelas. Yuuya duduk di bangkunya dan pergi bersama dengan Shitaka dan Takemoto.
Baru saja aku mau membukuku kimiaku untuk pelajaran pertama tapi kulihat Yuka lewat di depan kelas.
“Yuka-chan!” Kukejar dia.
“Ah, Ohayo Nami.” Yuka membalikan badan dan menyapaku.
“Sepulang sekolah kau ada aca…”
BRAK
Seseorang menabrakku dari belakang. Seorang perempuan, dia terlihat bingung sambil mengamati sekeliling. Sepertinya orang asing. Murid barukah?
“Mi..mianhe, jeongmal mianhe. Ano~ .. hm, maaf.” Gadis itu merapihkan seragamnya. “ Maaf, tadi aku sedang mencari kelas 2 – C melihat ke plang nama,jadi tidak melihat ke jalan.”
Eh? Gadis itu tadi berbicara menggunakan bahasa korea. Siapa yaa?
“Mungkinkah kau murid baru disini?” Yuka ternyata juga memperhatikan. DIa tersenyum ramah pada gadis itu.
“I..iya.” Gadis itu menganguk menjawab pertanyaan Yuka.
“Kau dari Korea? Siapa namamu?” Kujulurkan tanganku. “ Aku juga lahir disana, Park Nami.”
Dia melirik pada Yuka sekilas lalu tersenyum padaku. “Aku Aiko Hyuga. Beberapa tahun terakhir aku memang tinggal di Korea, tapi aku lahir di Jepang.”
“Ohh, aku Yuka Sanako.” Yuka menambahkan. “ Panggil Yuka.”

Yuuya’s POV
Eh? Itu bukannya Nami? Dia sedang bersama Yuka. Wah wah dia ini.
“Hei Nami.” Aku menepuk bahunya dari belakang. “Kau sedang apa disini?” Nami diam saja tidak bergeming. Aku jadi sedikit salah tingkah.
“Hai Yuuya-kun.” Ternyata malah Yuka yang berbalik dan menyapaku.
“Kami sedang mencari bahan-bahan untuk membuat kue. Sebentar lagi Narsha-san ulang tahun.” Kau sedang apa?” Yuka menanyaiku dengan ramah.
“Ah, aku sedang membeli titipan Okaasan dia ingin …”
“Lihat ini, aku rasa whipped cream yang ini lebih murah dan banyak kan Yuka?” Nami membalikkan badannya dan menanyai Yuka.
“Heiii, kau ini jangan memotong pembicaraan, padahal kau tadi menghiraukanku.”
“Eeeh? Sejak kapan kau disini Yuuya?” Nami memelototiku. “ Kau menstalker kami yaa?”
Kujitak Nami. “Maumu. Aku membeli titipan.”
~…..Here I am, Now Here I am ….~
Dering ponsel dari saku Yuka memecah keheningan.
“Shumimasen, aku menerima telepon dulu.” Yuka berjalan menjauh.
“Haaaaa yang sedang terpesonaaaa~” Nami menyikutku.
“Jangan berkata begitu Nami, atau aku tidak akan menjemputmu berangkat besok.”
“Wae? Aku malas jalan kaki besok, jemput akuuuu, huhu. Kau tega sekali.” Nami mengoyang lenganku tetapi pandanganku masih tertuju pada Yuka yang sedang memunggungi kami di kejauhan.
“Yuuya-kun…. Ayolah.”
“Hish. Baikalah baiklah. Uruse…” Aku memalingkan pandangan.
“Mau sampai kapan kau tidak bilang padanya? “ Nami memandangiku. “ Kau tidak bisa seumur hidup menyembunyikan perasaanmu pada Yuka.”
“Kau ini. Dia itu pacar kakakmu.” Kujitak lagi kepala sahabatku ini. “ Mana bisa kau menyuruhku mengatakan perasaanku pada Yuka?”
“Jangan jadikan itu sebagai alasan dong.” Nami mengambil coklat balok disampingnya. “Lihat ini, aku akan kehabisan coklat ini kalau aku datang kesini terlalu siang. Kau juga akan kehabisan kesempatan kalau terus memendamnya.”
“Kau ini bukan adik yang baik Nami. Seharusnya kau melindungi kekasih kakakmu, lagi pula dia sahabatmu. Kau tahu Yuka mencintai Jonghun, kau ingin dia putus yaa? Aku menatap Nami dengan tajam.
Nami berhenti sejenak. “Aku sahabat yang baik Yuuya. Aku tidak tega padamu. Lagian, kau tahu sendiri kakakku seperti apa. Masih banyak ratusan gadis yang mau jadi pacarnya.”
Aku diam saja. Nami memang benar. Tapi hal-hal terjadi tidak semudah itu.
“Kau takkan meminta kakakmu putus dengannya.” Aku menarik Nami mendekat. “ Tidak seperti jika kau tak menyukai kekasih-kekasih kakakmu sebelumnya.”
“Kenapa tidak.” Nami mengangkat bahunya. “Kalau kamu mau begitu, bisa kupastikan dalam waktu 3 hari.”
“Tidak.” AkKu menggeleng. “ Itu akan menyakitinya.”
Nami memelototiku dengan sinis.
“ Aku akan mengatakannya. Tapi jangan minta hal itu pada Jonghun.”Kuberikan pandangan memohon.
“Haah, baiklah. Lagipula tanpa kau suruh pun aku tidak akan melakukannya.” Nami melepaskan tangannya. “ Aku hanya akan menyuruh kakakku putus jika aku tidak suka si perempuan.Yuka temanku.”
“Bagus. Dan kau memang temanku.” Aku tersenyum padanya.

Jonghun’s POV
“…Dia sudah datang. Kau pulang jam berapa?” suara Narsha terdengar dari ponselku.
“Dalam 15 menit Onee. Nami sudah pulang? Apakah dia sudah bertemu dengan, hm siapa namanya? Ah ya. Aiko.”
“Sudah. Nami baru saja pulang dan baru saja aku kenalkan pada Aiko.” Narsha terdiam sejenak. “ Cepat pulang.”
“Oke Onee-chan.” Kututup telepon dan menerima bungkusan dari Ojisan penjual takoyaki di depanku. “Arigatou.”
Dua hari yang lalu Onee-chan ku, Narsha menelepon. Katanya ada tambahan penghuni baru untuk rumahnya. Rumah yang aku tinggali bersama Nami semenjak SMA. Dia adalah anak satu-satunya almarhum paman Hyuga. Beberapa tahun lalu aku sempat tinggal di dekat apartemennya bersama Okaasan. Tapi tiga bulan yang lalu Ibunya juga meninggal setelah koma dan dirawat di rumah sakit. Kudengar Otousan mengangkatnya sebagai keluarga kami dan menitipkannya pada Narsha, sama sepertiku dan Nami, agar bersekolah di kota ini.
Hari ini dia datang, aku lupa memberitahu Nami. Sepertinya Onee-chan juga belum memberitahunya. Pasti Nami nanti akan menggangguku sepanjang sore. Haha
Seperti apa yaa reaksi Nami? Aku penasaran. Terakhir kali aku ingat, Aiko adalah anak yang manis. Dia cukup pendiam dibanding Nami, beberapa kali aku datang ke konser di akademi musiknya dulu di Korea. Sepertinya Aiko terpukul dengan kepergian ibunya. Jadi aku harap Nami akan menyambutnya dengan baik.
Jujur, Nami memang agak sulit menerima banyak orang baru. Dia sering menampakan sikap tidak bersahabat pada beberapa perempuan yang aku kenalkan padanya, yah jadi pada akhirnya aku akan putus dengan mereka. Haha, tapi tak apalah. Nami memang kadang benar, perempuan itu belum tentu baik untukku dan masih banyak yang bisa ku dapatkan tentunya.
Tapi dia tidak protes saat aku mengenalkan Yuka, dia malah berteman dengannya. Aku sedikit heran memang, tapi sampai saat ini semua berjalan baik-baik saja. Pada dasarnya, aku memang menyesuaikan pilihanku agar tidak diganggu Nami, tapi jika ditanya, aku tidak keberatan pada apa yang Nami lakukan, tetapi kali ini Yuka diterima dengan baik. Jadi aku jalani saja, toh Yuka baik padaku.

Nami’s POV
Mwo? Gadis ini orang yang sama dengan yang menabrakku tadi pagi. Jadi dia bukan hanya akan sekelas denganku tapi juga serumah denganku? Wah wah. Jinja..~
“Kalian sudah saling mengenal?” Narsha melirik padaku.
“Belum. Tapi bisa dibilang begitu.” Aku mengangkat bahu. “Tapi kenapa Onee-chan tidak memberitahuku terkebih dahulu?”
“Aku kira Jonghun akan memberitahumu, tapi dia sendiri malah belum pulang.” Narsha mengambil ponselnya. “Akan kutelepon Jonghun.” Dia berjalan menjauh.
Kuamati si Aiko ini dari atas kebawah. Dia mengenakan seragam lamanya. Sebuah syal yang terkalung di lehernya mengingatkanku pada syal milik Jonghun. Dia berkali-kali membetulkan syal-nya itu.
“Aku tidak tahu kita akan tinggal serumah.” Aiko tersenyum padaku.
“Yaa, siapa tahu?” aku menjatuhan diri di sofa. “Kau tidak lelah berdiri? Duduklah Aiko-chan.”
Aiko memandangiku ragu sejenak. “ Baikalah, gomawo.. ah, Arigatou.”
Aku menggelengkan kepala. “ Tak apa. Kadang aku juga masih tercampur dengan bahasa Korea.”
“Hmmm, begitu.” Aiko mengangguk. “Sudah berapa lama Nami-san tinggal disini? Aku tidak tahu kalau Jonghun tiga bersaudara.”
Aish..gadis ini. Tidak bisakah dia tidak menanyai tenang hal itu. Sungguh tidak sopan. Tapi masih kumaklumi karena dia bertampang polos dan ragu-ragu serta baru datang dari Korea.
“Kukira kau keluarga Jonghun bukan?” Tanpa sengaja nada bicaraku lebih sinis dari yang kuinginkan. “Seharusnya sih kau tahu. Ibuku menikah dengan ayah Jonghun tujuh tahun yang lalau. Empat tahun aku tinggal bersama ibuku, tapi sejak beliau entah ada dimana aku tinggal bersama kedua kakak tiriku, Jonghun dan Narsha.”
Aiko sepertinya sadar dia telah salah bertanya. Dia tersenyum meminta maaf. Keadaan tiba-tiba jadi canggung. Beruntung suasana agak mencair karena sepertinya Jonghun sudah sampai di depan rumah.
“Tadaima~” suara Jonghun dari depan terdengar.
“Ah, kau sudah sampai? Padahal baru selesai aku telepon.” Narsha muncul kembali dari ruang tengah.
“Yup. Hai Aiko. Kau sudah sampai?”
Bisa kulihat Aiko menjadi gugup. Hah, si Hyung ini mulai tebar pesona. Aiko pasti berpikir dia tampan. Wah wah dia terjerat.
“Ah iya, Jonghun-san.”
“Apa itu?” Narsha menunjuk bungkusan di tangan Jonghun.
“Ini?” Jonghun melirikku dan tersenyum. “Ini takoyaki keju yang enaaaak.”
Cih, ini orang. Dia membelikanku takoyaki tapi meledekku dulu. Memancing emosi saja. Aku melemparkan pandangan sebal pada Jonghun.
“Kalau begitu aku akan membuatkan teh untuk semua.” Narsha berbalik dan menuju dapur.
“Apa?” Jonghun balas menatapku saat aku menatapnya sinis.
“Oh ya Aiko-chan. Jangan memanggilku Jonghun-san. Terlalu formal. Bagaimana kalau Jonghun saja? Atau Onii-chan?” Jonghun mulai tersenyum sok manis. “ Atau Oppa mungkin? Kau baru dari Korea kan?”
Kuambil bantal diseblahku dan kulempar pada Jonghun. “Berhentilah sok manis dasar playboy. Sini, berikan takoyakinya.”
“Hei tidak boleh. Ini untuk oppa.” Jonghun terseyum lebar.
Haaaah kesabaranku diuji juga. Aku bangkit dan berlari kearahnya. “ Kau senang dipanggil Opaa hah? Oppa~ begitu? Hah?” Aku memukuli lengan Jonghun. Tetapi dia hanya tertawa kecil.
“Memang kenapa? Cocok bukan?” Jonghun memegang ujung kepalaku. DIa mengusap rambutku dan membuatnya berantakan. “Lain kali kalau mau makan takoyaki jangan anarkis, oke?” Dia menyerahnkan bungkusan takoyakinya padaku.
“Lain kali kalau mau membelikan aku takoyaki jangan meledekku.”
“Haha, lain kali panggil aku oppa bocah.” Jonghun mengambil satu lagi bungkusan dari tasnya. “ Kau mau?” Dia tersenyum lalu menawari Aiko. “Apa kau saja yang memanggilku oppa? Si Nami ini tidak cocok ya, aku lebih suka kalau kau yang seperti itu?” Lalu jonghun tertawa.
“Ish, kau iniiiii!”
Entah mengapa saat itu aku benar-benar marah mendengar perkataan Jonghun. Ada rasa tidak suka pada Aiko tersisip pada perasaanku gara-gara perkataan Jonghun barusan. Entah mengapa, padahal biasanya sejail apapun Jonghun padaku, sejengkel apaun aku, masih terasa menyenangkan dengan semua pertengakaran kami. Tapi kali ini berbeda, kata-katanya barusan, Kenapa yaa?
Apakah ini pertanda hal buruk akan terjadi?

-WISH part 1 end-

Minggu, 02 Januari 2011

coPlay in New Year Eve Party



Aku sayaaaaang coplay!
tahun baru kali ini aku menghabiskan waktu dengan membakar ayam dan makan jajan segunung sampe pada kebelet boker ----- piiip

terus baru stelah jam setengah satu kita ngerayain pergantian tahun baru dengan pergi ke Museum Jendral Soedirman di Karanglewas. Pake acara doa bareng, doanya pake doa akhir tahun, padahal udah masuk tahun baru, 2011 --" hehe mana doa akhir tahun baru islam mening bukan tahun baru masehi, hahaha

habis itu dilanjutkan dengan foto2 bersama dan menjahati indras...
wkwk, tentu gak lupa njahati gudtem juga,
kamu ngadang truk ke kalideres ya tem?haaha

bosen deh di museum, akhirnya pergi ke smansa tercinta, eeh malah ditutup, akhirnya setelah berundingan dengan para muka2 bantal yang udah kebelet boker, kita menuju ke alun alun
jeng jeng!

di alun2 sampahnyeee menumpuk booo~
habis itu kita menyeberangi lautan sampah ke alfama*rt buat beli minuman biar gak ngantuk, banyak yang beli ne*cafe karena itu kopi, aku beli c*lpico, tapi anehnya malah si Acing beli Sari Asem hahahaha

sampe di alun2 lagi habis beli2, kita malah cerita horor, Azmi kiye sing mulai..
cerita mulai penunggu smansa, sampe cerita pengalaman adiknya azmi, lagi hot2nya cerita tentang kisah Upacara Adta di Smansa yang sarat dengan hal2 kayak gitu malah ada orang jogetan berhubung lagi ada wayangn. haha

habis berhoror ria baliklah kita ke basecamp yaitu di rumah Pipink, jam 3 mamen!
bukannya tidur ( baca : kalo Acing, Mega dan Gudtem mah udah langsung jatuh teler tidur ) malah ngetawai azmi yang pake baju atribut pink sama alat2 mandi, dan gak habis2nya ngerjain manusia2 muka bantal yang tidur dulua. Korbanya tentu saja gudtem, mega dan Acing.

Sempet main COPO ( * baca: main teplok nyamuk ) tapi permainan dihentikan karena Daci ngentut, wkwk

akhirnya Subuh datang, sholat dan aku pun pulang.
terimakasih coplay, it was unforgetable night. Thankyouuuu ^^




( Daci, Gudtem, Akbar, Farida, Indras, Pipink, Kak Fadhil, Megaman, Nadhila, Acing, Adi, Zii, dan AKU )
 

Secarik Cerita dalam toples-toples Mimpi Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template