Jumat, 11 Maret 2011

Fanficton - WISH part 2


Yup yup yup~ here it this my first FF titled WISH part 2 yang melibatkan si dua unyil, Gina dan Zii. Maaf yaa lama sekaleee baru jadi. Banyak kegiatan dan ulangan belakangan ini, benar2 too much to handle. Jadi kayaknya gak usah banyak ngomong, langsung cekodot ajaa, mohon kritik dan sarannya yaa^^ arigatou, enjoy <3



Starring

Sarah Phalosa as Park Nami Yamada Ryosuke as Ryosuke

Ginani Hening as Aiko Hyuga Tegoshi Yuuya as Yuuya

Ziaulika U Zaen as Yuka Sanako Osamu Mukai as Mayama

Choi Jonghun as Jonghun Nishikido Ryo as Nishi

----------------------------------------------------------------------------------------------

WisH

Part 2 – We had time and distance between us. But why I still can see your shadow in my mind? (Aiko)

It just me.

Do you remember?

Flashback Aiko’s POV

Sudah dua minggu ia tinggal disini. Namanya Choi Jonghun, dia mirip sekali dengan ibunya. Ibunya yang cantik mewariskan kepada anaknya wajah yang rupawan. Senyumnya memang bisa melelehkan hati wanita seperti melelehkan es dan kedinginan. Kedinginan? Ya dia ternyata si pengagum putri bulan itu. Yang memperhatikan aku yang menyelamatkan kucing yang kedinginan di dalam kardus.

Kami menamainya Unyee. Kucing cacat yang aku tolong itu. Jonghun sangat suka membawa Unyee belajar denganya di balkon. Ia berusaha keras mengingat huruf-huruf Hangeul di bukunya dan si kucing menggeliat di pangkuan.

Jonghun sudah lama tinggal di Jepang. Walaupun ibunya seorang korea, dia dibesarkan di Jepang. Itulah yang membuatnya harus belajar bahasa korea lebih rajin. Tapi ibu jonghun, Onnie dari Umma tinggal di sini hanya sebentar. Mereka hanya sedang menghindari masalah yang bisa tambah rumit jika mereka kembali ke Jepang.

Kabarnya ayah Jonghun punya istri lain dan ada masalah mencuat diantara keluarga mereka. Jonghun dan ibunya hanya mengungsi sementara, jika tensi suasana sudah agak mereda mereka akan kembali ke Jepang dan tinggal disana.

Entah mengapa hal itu membuatku agak sedikit kecewa. Aku sudah terbiasa dengan kehadiran Jonghun. Dia lebih dari seorang kakak. Sikapnya yang care dan santai membuatku mudah dekat dengannya. Dia selalu membuatkanku bekal karena ia pandai memasak. Kami sering menobrol tentang banyak hal saat sore, sepulang sekolah.

Jonghun bahkan juga sekolah di sekolah yang sama denganku, sementara memang. Tapi dia sering menemaniku berlatih piano di hall. Dia mau meluangkan waktunya datang ke konser angkatanku. Dia memberi begitu banyak hal, dan aku merasa nyaman dengan semua itu. Jika nanti dia pergi, aku akan kehilangan, dan itu menyakitkan. Aku tidak mau itu terjadi.

Jonghun’s POV

Hari ini hari minggu. Yap, hari yang menyenangkan. Minggu-minggu terakhir sebelum libur panjang musim panas.Pagi yang cerah dan perut yang kosong siap diisi dengan sarapan.

Enaknya makan apa ya? Sebaiknya aku ke dapur dan melihat apa yang bisa kubuat. Hm, tapi berarti mulai sekarang aku membuat sarapan untuk empat orang karena ada Aiko? Oh tidak. Si Nami dihitung dua, ckck. Lima orang. Aku tersenyum jahil. Pasti ia belum bangun. Dengan agak berjingkat aku berjalan menuju kamar Nami di lantai atas.

Pintu kamar Nami tapi ternyata sudah terbuka. Dengan perlahan aku melongokan kepala dan mendapati kamarnya kosong. Tumben, sepertinya dia sudah bangun.

“Sedang apa hyuuuung~?” suara di belakangku yang terdengar tiba-tiba membuatku sedikit terlonjak kaget.

Kubalikkan badanku. Nami berdiri disana tersenyum lebar.

“Kau mau apa? Aku sudah bangun dari tadi. Aku sudah mandi malah. Panas sekali sih.” Ujar Nami sambil menunjuk rambutnya yang basah.

Ternyata meleset dari dugaan, aku menjitak Nami dan berjalan sambil lalu. “ Lapar.”

Nami berjalan mengikutiku sampai bawah. Dia lantas duduk di bantal yang bertebaran di ruang tengah depan televisi. Narsha sedang duduk disana juga mengamati beberapa file di dalam laptopnya.

“Mau kemana Onee?” Nami bertanya.

“Aku ada kerjaan nih. Ada pasien yang kritis. Oneechan harus segera ke rumah sakit. Kalian yang tunggu rumah yaa. Hari minggu ini jangan pergi kemana-mana.” Narsha memandang Nami sekilas lalu berpindah padaku. “Jonghun?”

“Yayaya. Aku tidak ada kencan kok hari ini. Paling juga pergi dengan Mayama, Oneechan.”

“Tetap saja, kau di rumah dong. Ini si Nami dan Aiko tidak mungkin jaga rumah sendiri sampai malam.” Narsha memandangiku dengan tajam. “Mengerti?”

“Bagus Oneechan.” Nami mengacungkan kedua ibu jarinya. “ Dah oneechan, hati-hati dijalan yaa.” Dia ganti melambaikan tangannya saat Narsha bergegas membereskan semua kertas-kertasnya dan beranjak pergi.

Kuambil bantal sofa di sebelahku dan kulemparkan pada Nami. “Berisik.”

“Aku laper juga hyung.” Nami memandangiku tanpa ekspresi. “Sarapan~”

Kurebahakan badan di sofa dan menyambar telepon rumah yang berada di atas meja. Dengan cepat kupencet nomor Mayama. Nami memelototiku karena kuacuhkan.

Sekilas terdengar nada sambung sebentar. Lalu suara khas sahabatku terdengar dari ujung. “Apa?”

“Kau kesini saja ya. Aku jaga rumah. Bawa FIFA 2011 nya. Kita main PS.” Aku bangkit dari sofa dan kuambil lagi bantal di sebelahku. Gerutuan terdengar dari gagang telepon. “Narsha yang menyuruhku, Mayama. Kau saja yang kesini, oke?” tambahku lagi penuh permohonan pada Mayama.

Nami diseberangku sudah melotot dan berjalan mendekatiku. Merebut bantal di tanganku dan melemparkannya ke arahku tapi meleset sedikit. “Tuh, kau dengar sendiri kan. Nami ribut, aku menemani dia di rumah.” Ujarku menambahkan alasan agar Mayama mau datang. Dan aku tahu itu berguna, Mayama akan datang. Karena barusan kusebut nama Nami.

Kututup pembicaraan setelah Mayama setuju datang. Nami sudah berada disebelahku dan merengek meminta sarapan.

“Aku lapar hyuuung. Buatkan aku sarapan.” Nami menarik-narik bajuku. “Kau bilang tadi lapar?”

Sarapan apa yaa yang enak. Aku juga bingung, aku juga lapar. Tapi lebih menyenangkan membuat Nami sampai memohon kepadaku.

Kuambil handuk putih yang tersampir di bahu Nami. “ Rambutmu masih basah.” Kuletakkan diatas kepala Nami dan mengusapkannnya agar rambut Nami kering. Tapi itu tidak membuat Nami diam.

“Hyuuuung. Ayo sarapan.”

Aku tertawa kecil. “Rambutmu bisa diperas nih.” Nami makin jengkel dan menyubit lenganku.

“Iya nanti bocah. Rambutmu aku keringkan dulu, oke?” aku menunjuk air yang masih menetes dari rambut Nami. Ia akhirnya diam dan membiarkanku mengeringkan rambutnya.

Mayama’s POV

Padahal belum tengah hari saat aku sampai di rumah Jonghun, tapi suasananya sudah panas. Kupencet bel dan seorang gadis asing mempersilahkanku masuk saat kubilang mencari Jonghun.

Aku masuk menuju ruang tengah dimana biasa aku dan Jonghun bermain PS*. Terlihat sofa krem yag begitu familiar denganku. Gadis tadi mempersilahkanku duduk dan menunggu sebentar. Ia bilang akan memanggil Jonghun.

Tapi ternyata ada sosok lain di sofa itu. Nami. Dia tertidur disana. Menggulung seperti kucing memeluk bantal kursi. Rambutnya berantakan. Aku melirik jam tanganku, perasaan ini baru pukul 10.00 tetapi ia sudah tidur? Atau memang dia belum bangun dari tadi malam? Aku mengamatinya.

“Dia bangun pagi, lalu kelaparan akhirnya tidur lagi. Payah sekali ya kan?” suara Jonghun dari balik tangga membuatkanku berbalik. Di belakangnya berdiri gadis asing yang tak kukenal tadi saat mempersilahkanku masuk. Jonghun melihat pandanganku. “Dia sepupuku, namanya Aiko.” Jonghun mendorong gadis itu agar mendekat. “ Aiko kenalkan, ini Mayama. Dia sahabatku.”

Gadis itu tersenyum dan merunduk. “ Yoroshiku Onegaishimasu.”

Aku balas tersenyum dan kembali membalikkan badan mendapati Nami yang tertidur. Aku melirik Jonghun yang sedang meminta tolong pada Aikou ntuk membuatkan minum. Kutatap lagi Nami yang teridur. Dia mirip kucing.

“Hei, jangan dipelototi lama-lama.” Jonghun menepukku dari belakang.

Aku diam saja sejenak. “ Adikmu memang begini ya?” aku tersenyum. Perasaanku terasa hangat.

“Apa?”

“Begini.” Jawabku tersenyum lagi lalu berjalan duduk di lantai sebelah sofa.

Nami’s POV

“…. Hei itu pelanggaran! Akh, apa-apaan~ cih wah wah kau curaaaang!...”

Berisik.

“Pemainmu saja yang kasar. Minggir. Kalau aku menang, traktir aku okonomiyaki. Haha.”

Ah berisik sekali. Siapa sih?

Aku memaksa mataku untuk membuka. Kulihat dua sosok sedang sibuk dengan joystick di tangan mereka seraya memelototi layar. Mereka duduk memunggungiku di lantai. Aku bangun dan mengusap wajahku yang tertutup rambut. Rupanya gerakanku disadari oleh mereka berdua. Mayama ternyata, ia menengok ke arahku.

“Uruse.” Ujarku sebal.

“Hehe, maaf. Kakakmu menyebalkan, dia curang.” Mayama tersenyum lalu membalikan kembali badannya. “Kau baru bangun Nami?” tanyanya heran.

Aku kembali berbaring di sofa seraya mengahdap layar untuk melihat permainan mereka. “Aku sudah bangun tadi pagi, pagi-pagi sekali. Tapi aku lapar, Hyung tidak mau membuatkanku sarapan.”

“Siapa bilang aku tidak mau membuatkanmu sarapan? Aku tadi membuatnya kok. Tanya saja sanah pada Aiko di dapur.” Jonghun menimpali.

“Tapi lama sekali, aku keburu lapar, lalu tidur saja lagi ah. Hyung menyebalkan.” Kataku seraya memukul punggungnya.

Mayama hanya tertawa mendengar alasanku. Huh, sama saja. Dasar kakak-kakak jail. Aku putuskan untuk bangun sepenuhnya. Disini membuatku tambah jengkel saja, mereka berdua asyik bermain dan berisik.

Sepertinya Aiko sedang di dapur. Ternyata benar, ia memang sedang membuat jus melon untuk Jonghun dan Mayama.Aku tersenyum, sebuah ide muncul di benakku.

“Aiko chan~ … “ panggilku.

“Ne?” Aiko membalikan badannya membawa satu namapan berisi jus melon dan kue.

“Aku saja sini yang mengantarkan. Hehe.” Aku mengambil nampan dari tangan Aiko.

“Ah tidak usah. Biar aku saja.” Aiko menahan nampan itu di tangannya. “Nami chan mau aku buatkan? Tapi aku tidak tahu apakah jus ku enak atau tidak.”

“Hm… hehe, kalau begitu aku antarkan jusnya saja. Oh dan kau tak perlu repot-repot membuatkanku jus.” Dengan cepat kuambil dua gelas jus melon dari atas nampan dan kubawa ke ruang tengah. “Kau boleh mengantarkan kue-nya Aiko.”

“Mayama kun. Ini jus untukmu.” Aku mendorong Jonghun dan duduk diantara dia dan Mayama. “Aiko membuatnya, enak.” Kulemparkan senyum pada Mayama.

“Aish, kau ini apa-apaan. Jangan suka duduk ditengah-tengah seperti itu dong.” Jonghun protes dan berusaha menggusurku. “Eh, mana jusku?? Ah kau meminumnya!” Jonghun berusaha merebut gelas dari tanganku saat melihatku meminum jus melon yang satunya lagi.

“Siapa bilang ini jusmu?” aku menegaknya sampai habis. “Enak kok Aiko chan.” Ujarku seraya mengacungkan jempol pada Aiko yang datang menyusul membawa kue.

Jonghun menyubit lenganku. “Kau ini. Ck. Mayama, beruntunglah kau tidak mempunyai adik seperti ini.”

Mayama hanya tertawa dan meminum jusnya. Aku menendang Jonghun, “Makannya buatkan aku makan siang doooong.”

“Ini baru pukul 11.00 Nami.” Ujar jonghun menggelengkan kepala seraya kembali berkonsentrasi pada joystocknya.

“Aku sudah lapar. Aku tidak sarapan kan?” aku merengek pada kakakku yang menyebalkan ini. “Kalau maag-ku kambuh bagaimana?” ternyata Jonghun mengacuhkanku. “Hontouniiiiii ~ hyung!”

“Sebaiknya kau buatkan dia makan siang Jonghun.” Mayama melirik kearahku.

“Haaah, baiklah. Tapi di kulkas tidak apa-apa.

“Hm, bukankah ada supermarket dekat sini? Bisa belanja terlebih dahulu.” Aiko yang sedari tadi memperhatikan kami dari sofa menimpali perkataan Jonghun.

Aha!aku punya ide. “Jadi bisa belanja dan makan siang bersama.” Kutarik tangan Aiko dan “Nah sekarang ayo hompimpah yang kalah belanja!”

Mayama melempar pandangan ke Jonghun yang menghela nafas. Berikutnya mereka berdua ikut juga mengundi siapa yang akan belanja.

“Kenapa aku ikut?” Aiko bertanya.

“Karena agar kita bisa membentuk tim dua-dua, tim tunggu rumah dan tim belanja.” Aku tersenyum selebar-lebarnya dan memberi pandangan isyarat pada Mayama.

“Seharusnya tim belanja dan tim memasak kan?” Mayama membalas tatapanku.

“Ah tidak bisa.” Ujarku cepat-cepat sebelum Jonghun mengucapakan idenya. “Aku tidak bisa memasak, Hyung jago memasak, Aiko terampil di dapur, Mayama baik hati. Jadi, nanti kalian masak, aku main FIFA 2011 dengan Mayama,ups salah. Kita undi dahulu kok, hehe. Ayo kita Hompimpah!”

Aku tersenyum pada Mayama. Ayo, keluarkan “Gunting” Mayama-kun. Kau kan sudah pernah kuberi tahu, haha.

Yuuya’s POV

Sepertinya di dalam ramai. Aku memencet bel rumah Nami sekali lagi. “Konichiwa!~”

Ada suara seseorang mendekat. Rupanya Jonghun, kakak Nami. “Ah Onii chan. Nami ada?” tanyaku.

“Oh dia di dalam tuh sedang ribut.” Jonghun menggelengkan kepalanya. “Masuk saja. Namiiiiii, yuuya mencarimu.”

Tak lama kemudian Nami muncul bersama seorang gadis entah siapa. “Ah Yuuya kun, aku lupa.” Nami tersenyum merasa bersalah pada Jonghun dan gadis itu yang sepertinya juga akan pergi. “Hehe, ternyata malah aku ada janji dengan Yuuya, hyung. Tapi tidak apa deh. Kau belanja saja. Kalian kan bisa makan siang bertiga. Ya kan? Nami menyerocos pada Kakaknya. “Oke kan Aiko?” sekarang ia ganti bertanya pada gadis disamping Jonghun.

Jonghun mengehela nafas dan menggelengkan kepala saat melihat Nami bergegas lari kedalam untuk mengambil tas. Dia melirik gadis bernama Aiko tadi. “Kau tidak apa pergi belanja bersamaku Aiko-chan? Maaf merepotkan.”

“Hm, daijobu.” Gadis itu tersenyum. “Aku akan bereskan hal ini kok. Sudah biasa Jonghun-san. Kalau perlu nanti aku bantu memasak di dapur.”

Jonghun mengangguk lalu melirikku. “Kalian mau kemana?”

“Nami memintaku menemaninya, entahlah Onii chan.” Ujarku mengangkat bahu.

“Haah, anak itu. Beberapa saat yang lalu dia merengek minta dibuatkan makan siang, kami sudah mau berangkat pergi untuk berbelanja, eh malah ternyata dia ada janji denganmu.” Jonghun berdecak heran.

Terdengar gedebuk suara langkah kaki, “Mayama, kau makan siang bersama Hyung yaa? Aku ada janji dengan Yuuya.” Nami berteriak dari dalam lalu tak lama kemudian mucul sudah lengkap dengan tas dan ponsel dalam genggamannya. “Yuk!”

Aku mengangguk dan melempar senyum pada Jonghun sebagai tanda pamit.

“Kalian mau pergi belanja saja yaa?Aku juga pergi yaa. Duluan Aiko-chan. Dah Oppaaaa~” Nami tersenyum nakal dan mengecup pipi Jonghun sebelah kiri.

Perbuatan Nami yang terakhir tadi membuatku agak terkejut. Nami memang akrab sekali dengan kakaknya tetapi kalau hal itu sih agak bagaimana yaaa? Tetapi Jonghun terlihat biasa saja dan tersenyum agak tidak ikhlas melihat Nami berusaha menarikku keluar dari pintu. Tapi sepertinya yang terkejut bukan hanya aku, gadis bernama Aiko itu bahkan sampai melongo seperti melhat sesuatu yang membuatnya shock luar biasa. Nami sendiri tidak menyadari ekspresi Aiko, dia sudah berada diluar pintu seraya menarik-narik lenganku agar cepat menyusulnya.

“Kiotsukete!” Teriak Jonghun dari dalam.

“Hai!”

Yuka’s POV

Hari ini panas. Musim panas datang dengan cepat memang. Tahun lalu lah aku bertemu dengan Jonghun di café ini. Dia sedang melamun saat aku berjalan melintas di depannya. Aku sering tersenyum sendiri mengingat dia pura-pura menumpahkan kopinya di kaosku waktu itu dan mengajak berkenalan. Senyum ramahnya waktu itu seperti membuatku patuh dan pada akhirnya berkenalan dengan dia.

Kopi yang sama ada di tanganku sekarang, dan meja di sebelah …

DUK!

“Ah, mianhe.” Seseorang menabrakku dari samping dan membuat kopi ku tumpah. “Jeongmal mianhe.”

Aku terdiam sejenak menyerap kata-kata orang itu. Setelah mengenali bahasanya aku jawab. “Hm, gwaenchana. Tidak kena kaosku kok.” Aku tersenyum pada orang yang menabrakku tadi.

“Wah, kau mengerti bahasa korea?” Orang yang menabrakkku tadi ternyata seorang laki-laki muda. Seumuranku mungkin.

Aku mengangguk. “Sedikit-sedikit. Aku mempelajarinya.”

“Ohh… Aku terkejut juga, kukira kau orang korea. Ah, maaf soal kopimu.Gommenasai. Aku ambilkan yang baru.” Lelaki itu melirik pada cup yang tergeletak di lantai café.

“Ini? Daijobo. Hontou~ .” aku tersenyum lagi menenangkan. “Aku bisa beli lagi kok.”

“Ah, tidak. Aku akan menggantinya. Kau duduk saja, aku akan ambil lagi.” Lelaki itu menunjuk salah satu meja dekat kaca lalu berbalik badan menuju kearah antrian pemesan setelah sebelumnya memangil pelayan untuk membereskan tumpahan kopi.

Tak beberapa lama lelaki itu kembali membawa dua cup kopi dan duduk dihadapanku. “Douzo.”

“Arigatou~.” Aku menerima cup itu dan mencicipinya. “Hm, bagaimana kau tahu?”

“Ne?” lelaki itu tidak mengerti.

“Ini.” Ujarku menunjuk cup pada tanganku.

“Ah, Vanilla Latte?” tanyanya. “Kan tadi aku menumpahkannya. Kupikir itu Vanilla Latte jadi kubeli yang sama.” Dia tersenyum. “Enak?”

“Hai. Arigatou.” Aku tersenyum lagi. “Oh ya, Yuka.” Ujarku seraya mengangkat tangan.

“Doite. Aku Yamada, Ryosuke Yamada.” Dia menyambut tanganku dan menyalaminya.

“Oke. Ryo-san. ” Aku tertawa. “Jadi kau dari Korea? Tapi Namamu kok nama jepang?”

“Ryo saja tidak apa-apa.” Dia balas tertawa. “Keluargaku orang Jepang Yuka-san. Tapi dari kecil aku tinggal di Korea, hanya beberapa kali pergi berlibur di rumah Ojisan di Jepang.”

“Yuka saja tidak apa-apa. Haha.” Sepertinya Ryo orang baik. “Hmh…begitu. Jadi sedang liburan kali ini?”

“Bukan. Kalau kali ini aku menyusul seseorang.” Ryosuke tersenyum simpul. Aku agak terkejut sedikit karena ternyata dengan mudah aku bisa berkenalan dengan Ryosuke ini. Keramahannnya membuatku tidak merasakan bahaya apapun terhadap orang asing.“Kau hebat juga, menyusul seseorang sampai kesini.” Aku menggelengkan kepala. “ Pasti berharga sekali ya orang itu. Ckck.”

Nami’s POV

“Yuuya, yuuya~ ke situ yuk.” Ujarku menunjuk salah satu café di ujung jalan. “Aku ingin donat.”

“Yaa. Terserah kau sajalah. Aku hanya menemanimu.”

Asyik. Inilah mengapa aku sering meminta Yuuya menemaniku. Yuuya yang baik hati akan menuruti kemana aku ingin pergi. Walaupun dengan sedikit menggerutu. Ia akan mendengarkan ocehanku dengan baik. Dan yang paling penting adalah aku suka menggodanya dengan Yuka. Haha

Café diujung jalan itu adalah café kesukaanku. Melon pan, egg tart, donat berbagai topingg yang aku sukai ada disini semua. Setiap aku merasa bosan pasti pergi kesini dan menghabiskan waktu mengisi perut. Yuuya tahu bahwa aku hobi menghabiskan waktu makan cemilan di café ini, dan dia hanya menggelengkan kepala setiap aku selalu memintanya menemani makan disini.

“Jangan makan donat selai mangga lagi Nami.” Yuuya memperingatkanku.

“Hm? Wae??”

“Nanti kau sakit perut lagi. Kau kan belum makan.”

“Okeee, tapi kau harus mencoba …” Ada seseorang yang aku kenal sosoknya sedang duduk di sebelah kaca café itu. “Hei, itu Yuka kan?”

“Mana?”

“Itu…” Aku berjalan mendekati kaca dan mengetuknya. “Yuka-chan, Yuka~”

Dengan segera aku menarik tangan Yuuya masuk ke dalam café. Ternyata Yuka tidak sendirian, ada seorang lelaki duduk dihadapannya.

“Yo, kita bertemu lagi ya?” Dengan agak canggung Yuuya menyapa.

Aku mengamati lelaki yang duduk di hadapan Yuka. Dia memakai kemeja bergaris dengan kaos hijau toska di baliknya. Sepertinya dia orang asing, aku tidak mengenalnya. Siapa yaa? Jangan-jangan Yuka juga punya lelaki lain selain Hyung? Oh tidak.

“Kalian darimana?” Yuka menggeser duduknya, aku mendorong Yuuya untuk duduk di sebelahnya. Dengan cepat aku duduk di sebelah lelaki tadi. Ternyata Yuka menyadari pandanganku.

“Ini Ryo, dia baru datang dari Korea.” Lelaki itu tersenyum.

“Dari korea?” aku menyalaminya. “Park Nami, ini Yuuya.” Aku menunjuk Yuuya yang duduk di hadapanku sekarang. “Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali yang dari korea ya?”

“Banyak?” lelaki itu menaikkan alis. “Mugkin. Hehe.” Si Ryo ini bangkit dari duduknya dan berjalan ke pinggir meja. “Nah, Yuka, aku sepertinya harus pulang dulu. Senang berkenalan denganmu. Semoga kita bisa bertemu lagi lain waktu.”

Setelah mengucapkan pamit, kami mengamati Ryo pergi dan menghilang dibalik rak coklat.

“Jadi kalian baru kenal juga?” Yuuya membuka percakapan.

“Yaa, begitulah.” Yuka membetulkan ikatan rambutnya. “Dia kemari untuk menyusul seseorang katanya.”

“Menyusul seseorang?” aku tertawa. “Yang benar saja. Jauh-jauh dari korea? Aku saja di suruh pindah kesini agak dongkol.”

-WISH part 2 end-

 

Secarik Cerita dalam toples-toples Mimpi Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template