Rabu, 17 November 2010

Aja gelem stress, kawanku.

Setiap hari kita2 yo belajar to? Di sekolah belajar rumus2 dan angka2 sampe kaya wong mabok yang suka tongkrongan pinggir jalan. Bahkan sampe teler melihat kata2 REMIDI
Tetapi bukan cuma itu le, kita juga ya belajar tentang kehidupan. Belajar memahami jalan yang terlentang ‘mbundhet’ di depan kita.
Kita belajar memahami sebuah masalah, mulai dari permasalahan sepele seperti cinta monyet, lalu ada masalah harian yaitu tukaran dengan teman, ataupun masalah yang bisa masuk itungan agak besar yaitu masalah tentang tetek bengek organisasi yang kita urusi detak lanjut kehidupanya. Dan masih banyak masalah lainnya…
Tapi ya itu semua yang bikin dewasa kita, dari masalah itu, kita belajar mencari sebuah kunci, kunci persoalan, bukan cuma kunci bocoran UAN, melainkan proses menganalisis. Memahami dan merasakan, mengkaji ulang apa yang kita lakukan. Itu lah yang seharusnya kita lakukan.
Setelah itu barulah kita menyelesaikan satu persatu benang2 ruwet tadi, kemudian melangkah maju dan membawa potret kesalahan dan permasalahan di belakang sebagai pelajaran.
Mbok ya begitu to proses yang baik?
Tapi bagaimana dengan masalah yang ini?
Masalah yang menyerang seorang pelajar remaja yang takut membuka bukunya. Lah wong jenenge bee pelajar ya kerjaane belajar, eee iki malah wedi karo bukune.
Selidik punya selidik ternyata remaja yang satu ini dikisahkan bukannya tidak mau belajar lantaran setan malas merasukinya, tapi karena setiap di melihat buku dengan cover bergambar tabung percobaan berasap itu, perutnya serasa di kocok, dia serasa menelan timah panas, bahunya beraaaat sekali.
Melihat deretan nama2 unsur yang berjejeran rapi membentuk lingkaran setan baginya itu membuat dia tidak berani mencoba-coba dengan pelajaran bernama KIMIA itu. Pernah dulu ia bertarung mati2an melawan hal menyeramkan baginya itu. Tetapi apa daya hatinya menelan kekecewaan teramat pahit saat melihat angka ‘23’ di kertas buram berisikan silangan A, B, C, dan D itu.
“Bagaimana ini?” mbatin si bocah. “ Dengan nilai segini mau makan apa saya itu di masa depan?” cemasnya
Senyum penawar pahitpun datang, teman seperjuangan remidi-nya berkata “Mbok yo aja ngono kuwi to raimu, nelangsa bae. Di gawe hepi.” Hibur sang senyum itu. “ Harga beras belum mundak le, Ibumu masih bisa masak sekarang.” Ujarnya. “Pangananmu bukan kertas ulangan mbok?”
Si bocah shock ini tenggelam pada pusaran pikirannya.
‘ Mau bagaimanalagi, kita toh dewasa nanti punya rejeki sendiri2 dari gusti Allah, bukan dari tabel deretan SPU yang disaku dibawa kemana2 ini. Bukan dari nilai ulangan yang mepet2 KKM seperti rumah2 kumuh di Jakarta mepet kali- kali buthek, bukan dari guru yang tiap hari nulis rumus di papan putih tak berdosa itu,bukan dari tumpukan buku yang berisikan tugas ‘nyontek’ karena tak bisa di nalar dan tak bernyali untuk bertanya kerena memang mending diam daripada di hina, melainkan semua itu dari yang di atas. Seperti kata para tetua yang biasanya memberi banyak wejangan, berusaha sampai batas kemampuan itu yang paling penting. Mau bagaimana nantinya hasil yng akan keluar, Allah Maha Adil bukan?’
Begitulah pemandangan yang terlihat, si bocah itu mengambil tabel SPU nya dan menjejalkanya ke dalam tas dan kelak tak akan dibuka lagi. Dia sudah wareg, sudah hapal.
Jadi setiap di menerima kartu2 bertabel jadwal mapel2 terjejer apik pertanda adanya proses ulang-mengulang tanpa buku alias ulangan, dia memberanikan diri, menguatkan ati dan menabahkan serta menyabarkan otak nya untuk menelan pengulangan hal2 yang setiap hari ia dengar dari bibir2 gurunya di sekolah. Mengisi lubang2 memorinya dari huruf2 di buku itu yang sekarang dia anggap harta ilmu.
Saat mentari menjelang, seperti biasa yang memang sudah kewajibanya untuk berangkat ke sekolah tercintanya, menyapa teman2 seperjuanganya dan turut komat kamit di detik2 terkahir mengingat rumus2 terlupakan, ia menikmatinya, berusaha menikmatinya dengan ati sing tentrem. Di gawe tentrem.
Bel yang menyerukan dimulainya proses terdengar memekakakan dan meluntuhkan beberapa ingatanya tentang deretan rumus yang telah diingatnya tapi toh dia melangkah mantap masuk ruangan dan menghadapi kertas2 buram berisikan nomor 1 – 50. Dia mencoret sana sini, membubuhkan apa yang dihasilkan oleh otaknya.
Bel lain berdering, beberapa teman seperjuanganya tertunduk lemas di kursi, beberapa lain menarik2 rambutnya seolah itu model yang sudah jaduuuul sekali, dan yang lain hanya cegangas cengenges meremas kertas tes.
Dia melangkah keluar, saking senangnya dia sudah lewat satu cobaan,dia nyaris terbang berhubung sudah tidak diganduli oleh rumus2 untuk hari ini. Lebih trasa ringan, cukup untuk berseru kepada temannya “ sudaaaah, yang sudah yo sampun. Ndak usah dipikiri, kurus nanti kamu, dikira busung lapar. Kasian bapak ibumu, dikira kamu ra’ diopeni.” Senyum simpulnya terkembang. “ Untuk besok saja yang dipikirin.” Lalu dia pergi berlalu. Meninggalkan temanya termanggut-manggut.
Toh nanti ndak semua itu dipake mabkyuuu, gumamnya. Kita punya pilihan, kita punya banyak jalan. Seperti kata pepatah, jalan ke roma masih banyak. Mau ngesot kek, mau naik motor mabur kek, mau berlayar kek, mau muter lewat Los Angeles kek, masih banyak to?
Lalu sesosok laki2 dengan muka tirus yang biasa iya perhatikan lewat memakai jaket yang ia kenakan sejak dua hari yang lalu.
Dinikmati saja, mumpung masih bisaaa  hidup ini sekali tok le, urusan yang sudah ya sampun, yang enak saja yang diambil, pahit2 kok doyan. Yang jadi pikiran sekarang mau apa dia besok? Mau tetep begini ae? Ya ndak lah, dia mau jadi yang lebih baik. Bikin bangga orang tua, bikin bangga bangsa dan Negara, bekerja dan berusaha, biar bisa nolong sesama. Walaupun istirahat sejenak tidak dilarang. Tapi sekali lagi, senyum men, be happy.
Hatinya lebih ringan, ini untuk pelajaran hari ini. Kesalahan memang pahit, tapi kan bisa diubah jadi manis kan? Gula masih adaaa, madu pun berlimpah.
Itulah guna sebenarnya dari pelajaran yang bisa diambil.
Begitulah, dia tidak sadar tabel SPU- nya terjatuh dan tergeletak ditanah saking senangnya dia hari ini bisa belajar banyak hal, terutama karena ia bisa melihat tas hitam yang berayun-ayun di punggung si lelaki tadi.
Syukuri saja, Alhamdulillah…..
Hahahaha ^_^v

0 komentar:

Posting Komentar

 

Secarik Cerita dalam toples-toples Mimpi Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template